Sunday, 29 October 2023

Seni Mencari Cinta Sejati di Umur 30 Tahun ++

 


Seni Romansa di Umur 30 Tahun ++

            Zaman remaja dulu mencintai itu kayak naik bom bom car. Tabrak sana-sini, minta bantuan kenalan sama teman, kirim surat, dan lain-lain. Lalu, tiba-tiba cowok yang aku sukai pacaran sama orang lain. Dan pada waktu itu, move on dengan mudahnya haha. Dasar aku, cewek yang cuma berani ngode tanpa nyatain langsung duluan.

            Umur 20 tahunan, caraku mencintai itu lebih gawat lagi. Pindah ke Bandung dan tinggal di sana selama 5 tahun, ketemu sama orang yang ngerasa sefrekuensi. Jatuh cinta lebih lama, walaupun pada saat itu nggak pacaran sama beliau. Pengalamannya pasti dijadiin cerpen atau ceritanya dimodifikasi buat jadi novel saking ngerasa cocoknya ama ini orang. Tapi hasilnya sama aja, bukan jodohnya. Aku memutuskan berkarier di Jakarta, dia di Bandung. Kebayang kalau bersama, memang nggak akan ketemu.

      Setelah ditinggal menikah dua kali sama orang yang dulu sangat-sangat kuinginkan, jadi mendatangkan banyak pelajaran. Kalau bukan dia orangnya, sebaper apapun, sekhusyuk gimana pun aku berdoa (kayaknya ini juga doanya masih nggak benar atau masih kurang haha), ya memang bukan dia orangnya.

            Terus beberapa tahun berlalu, ternyata aku fine-fine aja hidup tanpa mereka. Sepatah-patahnya hati aku, tidak menyurutkan aku untuk tetap berprestasi, menghasilkan karya, dan belajar hal-hal baru. Awal-awal memang menyakitkan, tapi pas dijalani dengan melihat ke depan, menetralkan hati bukan hal yang sulit. Bukan berarti melupakan total ya, tapi jadi nggak kepikiran saja. Dan itu bagiku lebih dari cukup.

         Setelah itu tidak terlalu ngoyo soal cinta. Ada yang datang dan pergi, silakan aja haha. Pengalaman paling unik adalah di tahun 2018 mau dikenalin sama cowok lebih tua 7 tahun. Dianya nggak mau, nggak ngasih alasan juga kenapa nggak mau. Aku mikirnya, oh mungkin aku terlalu muda buat dia.

Dan aku rileks aja nggak baper. Terus yang bikin aku terheran-heran adalah di tahun 2022, 4 tahun kemudian orang itu datang kembali bilang mau coba kenalan. Empat tahun yang aku nggak pernah mikirin ini orang, tiba-tiba mau. Aku nanya, kenapa tiba-tiba mau kenalan lebih jauh? Jawabnya cuma nggak kenapa-napa haha.

Ya udah coba chattingan 1 hari, cuma feelingku nggak enak sepanjang chatan sama beliau, akhirnya aku akhiri dengan kalimat sesopan mungkin. Alhamdulillah beliau mau menerima.

Dalam mencari Mr. Right sekarang aku pakai mindfulness. Penuh dengan kesadaran, dan kuncinya adalah nggak baper duluan. Logika lebih dipakai dibandingkan hati, dan itu works di segala case karena nggak buang-buang waktu.

            Membuat aku juga mendekati orang potensial dengan cara yang lebih rileks. Nggak berharap secara berlebihan, dan mengedepankan logika. Kalau merasa oke, ayo ngobrol sebentar. Kalau nggak oke, aku nggak ragu bilang stop. Pas lakinya tiba-tiba ghosting atau acuh tak acuh, nggak maksa orangnya buat jelasin kenapa tiba-tiba hilang, biarkan saja dia pergi. 

Atau kemudian bersikap biasa seolah tidak ada apa-apa di antara kita. Move on dengan mudah karena tidak baper duluan. Walaupun kadang kepikiran juga, cari di mana lagi ya haha.

            Orang mikirnya kalau udah masuk umur 30 tahun itu nggak akan ngoyo lagi cari jodoh. Kalau aku sebaliknya, malah lebih selektif, belajar untuk lebih sabar, dan cinta datangnya bisa belakangan. Pokoknya jadi lebih hati-hati dan penilaian nomor satu tetap sama. Doi harus takut sama Allah atau punya potensi takut sama Allah dilihat dari action-nya (action ya bukan kata-kata.)

            Mencari sosok potensial dengan mindfulness itu nyaman banget sebenarnya. Kita jadi nggak memaksakan kehendak, kayak whatever happen happen lah. Nggak pakai drama, alias jadi lebih ikhlas aja. Dan kita juga bisa menolak dengan cara elegan tanpa menyakiti orangnya. Atau pas orangnya tiba-tiba hilang nggak nyariin dan nggak kepikiran, yaudah aja gitu.

            Walaupun gagal, tidak kapok untuk terus mencoba buka hati dengan yang lain. Kalau ngerasa nggak cocok, nggak ragu bilang sampai di sini aja. Kalau cocok, yaudah dicoba dulu.

            Jadi, untuk jiwa-jiwa umur 30 tahunan yang belum menemukan setengah dari hatinya, tidak perlu khawatir, waktu yang tepat akan datang. Fokus ke dirimu dulu, kembangkan potensi, tapi jangan lupa memperhatikan sekitar. Karena biasanya yang mau sama kamu itu datangnya nggak terduga, tiba-tiba aja nongol pas lagi nggak expect apa-apa. Bisa jadi udah kenal lama, teman main, dikenalin teman, atau orang yang ketemu secara random (ini ada tangan Allah yang buat kalian ketemu lho).

            Semangat terus mencari cinta sejati dengan penuh kesadaran dan nggak baper duluan!

Sunday, 10 September 2023

Diam itu Emas yang Melahirkan Penyesalan



    Pepatah ‘Diam Itu Emas’ harusnya ditambahkan dengan embel-embel ‘Syarat dan Ketentuan Berlaku’ karena pada praktiknya, bukan menjadi solusi nomor satu bagi kehidupan manusia yang sudah ribet dan semakin ribet seperti benang kusut ketika semakin dewasa, apalagi jika sering berinteraksi dengan dunia luar.

        Maksudnya adalah ‘Diam Itu Emas’ akan sangat bermanfaat digunakan dalam keadaan tertentu yang sifatnya mendesak, di hal yang bukan menjadi urusanmu, yang pada intinya ketika diam kamu akan terhindar dari masalah yang memang sedari awal seharusnya tidak menjeratmu. 

        Namun, hal ini tidak selalu bisa dipraktekkan karena kenyataannya semua orang sudah seharusnya mengungkapkan apa yang ada di pikiran dan isi hatinya ke dunia. Karena kalau yang ada di pikiranmu hanya ‘Diam Itu Emas’, akibatnya sebenarnya tidak fatal sampai bikin meninggal, tapi akan membebanimu seumur hidup dengan nama sebuah penyesalan.


    Intinya mereka yang kebanyakan diam dalam hidupnya, enggan mengungkapkan ide yang dimiliknya, takut menyampaikan apa yang ia rasakan di dalam hatinya, itu tidak akan ke mana-mana alias berjalan di tempat. Menyongsong tempat kosong dan meyakinkan pada diri bahwa, “Ah, nggak akan kenapa-napa.


    Padahal tanpa disadari akan kenapa-napa. Pada akhirnya menghasilkan beban seperti masih memikirkan masalah yang sama, masih teringat dengan hal-hal yang belum terselesaikan. Kata siapa waktu yang akan menyembuhkan? Waktu bergulir, tapi yang namanya kenangan akan tersimpan di pikiran sampai maut menjelang.


      Hal ini diungkapkan Bronnie Ware, seorang suster dari Australia, yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah sakit menuliskan bahwa salah satu penyesalan terbesar pasien-pasien yang ia pernah tangani adalah ‘tidak mengungkapkan perasaan mereka’. Ia mengungkapkan hal itu di buku fenomenalnya yang berjudul The Top Five Regrets of The Dying. Ini bukan buku yang ia karang dengan imajinasinya. Ia mendapatkan insight tersebut dari pasien-pasien yang selalu ia temani hingga ajal menjemput.


        Buku tersebut sempat booming beberapa tahun lalu karena mengungkapkan fakta yang sebenarnya tidak mencengangkan dan terbilang umum, tapi bikin orang merenunginya dengan sangat dalam. Ternyata yang namanya tidak mengungkapkan perasaan karena merasa akan hidup lebih tenang itu menghasilkan ketidaktenangan yang lebih besar lagi.


        Makanya biar tidak menyesal nantinya, lupakan dulu ‘Diam Itu Emas’. Bukan berarti ‘Diam Itu Emas’ tidak boleh dilakukan atau terlarang. ‘Diam Itu Emas’ tetap bermanfaat untuk kehidupan ketika kamu berurusan dengan hal yang sebenarnya bukan urusanmu dan tentunya membuat hidupmu lebih santai kayak di pantai.


      Dikomunikasikan tetap menjadi kesempatan yang lebih besar. Ungkapkan biar tidak ada penyesalan nantinya. Utarakan biar masalah yang melilitmu tidak berlarut-larut. Jangan kabur karena kamu akan tetap dihantui perasaan bersalah, kecuali jika hatimu terbuat dari batu.


       Tidak perlu jauh-jauh mencari bukti bagaimana mengungkapkan ekspresi itu membuka kesempatan selebar-lebarnya untukmu terbang lebih jauh, hingga ke Planet Mars sekalian. Hasil dari ‘sekadar mengungkapkan itu’ sangat mungkin terjadi di luar ekspektasimu.


    Ada orang yang berhasil mendapatkan pujaan hatinya karena mengungkapkan perasaan terpendam bertahun-tahun padahal awalnya ia begitu insecure menyangka pujaan hatinya itu akan menolaknya mentah-mentah. Ada orang yang melejit ke posisi manajer karena proyek yang disarankannya membuat perusahaan menghasilkan cuan berlipat-lipat padahal awalnya ia takut dicuekin atau lebih parahnya dicemooh kalau idenya itu tidak penting. Ada orang yang akhirnya mendapatkan keadilan dari ketidakadilan yang melilitnya selama bertahun-tahun padahal awalnya ia tidak dipedulikan oleh orang terdekatnya, tapi orang luar yang malah bersedia membantu.


      Apakah berbagai macam keberuntungan di atas bisa kamu dapatkan ketika kamu diam saja? Oh, tentu saja tidak! Bagaimana orang lain bisa tahu jika kamu tidak mengutarakan apa-apa? Tidak ada orang lain yang bisa menebak isi hati dan pikiranmu kecuali Tuhan. Itu yang perlu kamu ingat. Selama kamu yakin kamu benar, ungkapkan!


Tapi bicara itu kan sulit! Pada praktiknya memang sulit karena ini adalah masalah persepsi. Yang menghalangi kita untuk bicara sesuai dengan kata hati adalah ketakutan yang kita ciptakan sendiri. Persepsi buruk terhadap diri sendiri yang membuat kita lebih memilih diam. Oleh karena itu coba kita ubah sudut pandang ke arah lain. Misalnya seperti di bawah ini:

 

x Kalau aku bilang pada temanku aku tidak suka dia pinjam uang terus, aku takut dia akan sakit hati

o Aku bilang pada temanku aku tidak suka dia pinjam uang terus karena aku juga membutuhkan uangnya, aku harus memprioritaskan diri dulu.


x Kalau aku mengekspresikan diri, aku pasti akan ditertawakan

o Kalau aku ingin mengekspresikan diri, memangnya hal itu akan membuat orang lain tertawa? Aku kan bukan komedian.


x Kalau aku bilang tidak, aku takut disangka sebagai orang yang tidak punya empati.

o Aku ingin bilang tidak karena aku hanya punya dua tangan dan waktu terbatas 24 jam yang harus kumanfaatkan sebaik-baiknya.


x Kalau aku presentasi di depan banyak orang, aku bisa saja bikin kacau acaranya karena terlalu gugup.

o Aku memang masih perlu banyak belajar untuk presentasi karena itu aku akan manfaatkan waktu yang ada sebaik-baiknya untuk latihan.

 

Lihat, kan? Dari sini bisa kita ambil kesimpulan bahwa mengungkapkan, mengekspresikan diri kita pada yang lain adalah sesuatu yang bisa kontrol dengan mengendalikan persepsi di pikiran. Sangat sangat bisa oleh karena itu ada ungkapan ‘Berpikirlah Sebelum Berbicara’. Hal itu sebenarnya bukan mengarah pada konsekuensi yang akan diterima, tapi pada persiapan yang kamu lakukan agar yang jadi tujuan komunikasimu bisa memahami yang kamu utarakan.


Jika kamu mengalami kesialan karena hal yang kamu ungkapkan, kamu tetap menjadi orang yang beruntung karena sudah berhasil melakukannya dengan baik. Selamat untukmu! Tidak ada lagi yang perlu dipendam, tidak ada lagi yang perlu kamu selangi. Dan kamu pun akan lebih siap untuk maju ke depan tanpa terbayangi oleh masa lalu.


Feedback orang lain yang tidak sesuai dengan harapanmu, tidak perlu kamu masukkan ke hati karena kamu memang tidak memiliki kemampuan mengontrolnya. Itu termasuk pada dunia yang berada di luar jangkauanmu, dan bukan menjadi otoritasmu juga. Masing-masing orang di dunia ini hanya mampu mengendalikan dirinya sendiri.

Jadi, ketika kamu merasa mengungkapkan akan memberikan manfaat dan membawa perubahan yang diinginkan, maka ungkapkanlah biar hantu tidak seram tapi selalu bergentayangan yang bernama penyesalan itu jauh-jauh dari kehidupanmu. Diam biar tenang atau bicara biar tidak ada penyesalan.

Sunday, 1 January 2023

I am Sick and I am Not Give Up Yet!


  

How do you feel when you prepared for something big for 3 years, and it crumbled within a month even the days?

 

2022 was a roller coaster year for me. When that sucky day happened, I thought I had already lost myself. I have suffered tuberculous lymphadenitis for almost 1 year and the medical treatment is still continuing. This deadly illness changed my perception of life itself. There are always plot twists that can turn your life into the darkest place ever.

 

I had prepared myself to apply for a scholarship in South Korea. I convince myself that I definitely will get that golden opportunity.

 

But, I never prepared myself to be this sick. I have taken medical treatment for almost a year right now. To be honest, I don't know how long this treatment will continue. When my doctor told me I should have surgery, my anxiety got so high. The lymph in my neck was so big back then, he hoped it was not cancer. The result is not cancer of course, Alhamdulillah. But still, the illness that got me right now is deadly and takes a long time to heal.

 

The lymph in my neck is still significant and sometimes I have messy breathing on a stressful day.

 

On the other note, there is still the optimism that I have built in my mind. I’ll take medicine daily and I'll make it through whatever the circumstances.

 

If you read this line right now, remember that I am not giving up on myself yet. I will live this life to the fullest. I have faith that Allah will heal this illness sooner or later. I will keep fighting for my dearest people and for me to rise again.