Sunday, 31 December 2017

Karena Mama, Aku Menulis


Mama adalah sosok yang paling berjasa di dalam hidupku. Kalau aku ingat lagi, Mama-lah orang pertama yang membuatku mencintai buku. Waktu kecil aku sering dibelikan buku anak-anak bagus penuh warna dan gambar menarik yang sering kubaca ulang. Tidak mengherankan umur 4 tahun aku sudah lancar membaca. Dan sekarang pekerjaan utamaku tidak jauh dari dunia buku, yaitu penulis.
            Aku sebenarnya tidak pernah kepikiran untuk menjadi penulis. Aku memang perempuan yang tidak banyak bicara. Lebih senang mengutarakan pendapatku melalui tulisan. Bicaraku yang pendek akan menjadi panjang ketika kutuliskan. Waktu itu aku masih pemula sekali, tapi aku tetap punya niat memiliki novel yang kutuliskan sendiri. Akhirnya aku menuliskan cerita yang terinspirasi dari Mama. Awalnya tidak mudah, naskah itu ditolak di mana-mana dan harus kurevisi berkali-kali. Sampai akhirnya pada tahun 2014, novel tersebut diterbitkan di salah satu penerbit mayor ternama dan dijual di toko buku seluruh Indonesia.
Novel pertama yang terinspirasi dari Mama
            Novel itu mengisahkan tentang kehidupan Mama bersama anak autis-hiperaktifnya. Ya, adikku yang paling bungsu adalah seorang autis. Pola hidupnya terstruktur rapi, jika dikacaukan ia akan ngamuk sepanjang hari. Adikku tidak mengikuti pendidikan formal. Dulu, Mama pernah memasukannya ke TK yang ada di dekat rumah, tapi tetap saja yang kalang-kabut adalah Mama karena adikku tidak bisa diam. Murid-murid lain sudah berada di dalam kelas, tapi adikku akan main di luar sembari memakan snack kesukaannya. Berlarian ke sana-kemari tanpa merasa kelelahan. Mungkin karena tidak terbiasa menghadapi anak autis, guru-guru di sana tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.


            Namun Mama dengan sabar meladeni adikku. Kalau adikku berlari, Mama akan ikut berlari; mengawasinya agar tidak terjatuh. Kalau adikku sedang diam, Mama akan duduk di sampingnya; mengajaknya bercanda. Adikku tidak pernah ditinggalkan sendirian. Baik di luar, maupun di rumah. Padahal adikku itu sering membuatnya pusing. Adikku juga senang bernyanyi dengan suara yang lantang jika dibawa jalan-jalan keluar dan hal itu membuatnya dilihat banyak orang. Namun Mama tetap berjalan di samping adikku, tanpa punya niat untuk kabur. Berjalan tegak ke depan dan melihat balik orang-orang itu sampai mereka tidak memperhatikan lagi. Kadang aku terheran-heran dibuatnya, bagaimana bisa ada wanita setegar itu?  Kalau aku yang berada di posisi Mama, aku tidak yakin bisa seperti dirinya.
Semua kisah di atas kutuliskan di novel tersebut. 
           Kalau ketegaran itu tidak ada, mungkin aku tidak akan bisa menyelesaikan novelnya. Mungkin selamanya aku tidak akan pernah menjadi penulis. Setahun setelah novel itu terbit, aku pergi ke Korea Selatan karena mendapatkan hadiah dari lomba menulis yang aku ikuti. Aku masih ingat bagaimana wajah bahagia Mama ketika kukabari hal itu. Mama ingin ikut juga. Andai saja hadiahnya untuk dua orang, pasti aku akan memilih Mama untuk menemani perjalananku.
            Mama mulai heboh ke para tetangga, bahwa anaknya pergi keluar negeri dari menang lomba menulis. Mungkin bagi banyak orang yang kesal dan merasa apa yang Mama lakukan itu berlebihan, tapi aku melihatnya sebagai bentuk kebahagiaan. Pada saat itu aku senang karena telah membanggakannya. Sumber inspirasiku yang membuatku menjadi sosok seperti sekarang ini.
            Kalau aku ditakdirkan merasakan jatuh cinta lagi, aku ingin merasakan cinta yang serupa dengan cintaku pada Mama. Walau sering berbeda pendapat, kita tidak pernah membenci. Walau pernah bertengkar hebat, sejam kemudian kita bisa bersenda gurau lagi. Walau pergi jauh dalam jarak ratusan kilometer, kita akan menyempatkan diri untuk kembali.
            Terima kasih untuk kasih sayang tak terhingga, Mama. Semoga aku bisa jadi sosok tegar sepertimu, yang selalu ceria walaupun begitu banyak beban yang harus Mama hadapi. Terima kasih sudah mengenalkanku pada buku hingga bisa membawaku menggapai pada mimpi-mimpi yang awalnya tidak pernah kukira akan tergapai. Terima kasih karena membuka jalan masa depanku

            Aku sayang Mama dulu, sekarang, dan untuk selamanya.


Wednesday, 27 December 2017

Resolusi di Tahun 2018? Nggak Ada Tuh o(^▽^)o



Menjelang akhir tahun, biasanya suka ditanyain soal resolusi untuk tahun 2018. Cuma saya pasti langsung jawab “nggak ada tuh,” sambil nyengir. Lalu orang yang nanyain bakalan mikir saya ini pasti orangnya nyantai banget. Padahal mah iya sih, saya orangnya nyantai kayak orang-orang yang lagi berjemur di pantai (*≧ω≦). Sebenarnya itu terserah orang-orang mau membuat resolusi atau tidak, tapi akan lebih baik resolusi itu dibuat biar kita sendiri ada acuan dan jadi lebih semangat dalam menjalankan hari-hari yang cukup panjang.
            Di balik jawaban ‘nggak ada tuh o(^^)o,’ yang saya lontarkan, tentu ada rencana yang saya maksudkan. Boleh banget lho disimak, siapa tahu bisa menambah semangat yang membacanya.
            Di tahun 2018 ini, semoga saya….

1. Nggak ada tuh sering ngeluh( ^.^)

            Ngeluh adalah hal yang sering saya lakukan jika target nggak tercapai (akhirnya berani buka kartu haha). Dan di tahun 2018 saya mencoba buat lebih pasrah kalau kejadiannya kayak gitu. Biar badan saya bisa bekerja sebagaimana mestinya. Kemarin saya gagal tes CPNS di bagian terakhir, dan akibatnya fatal karena di hari yang sama, guru menulis saya memberikan kerjaan nulis skenario sepuluh scene. E,h gara-gara keluhan-keluhan yang bersarang di otak saya akibatnya saya salah nulis scene (゚Д゚;)Pokoknya sering ngeluh itu nggak baik buat diri sendiri dan ada dampaknya ke orang lain juga. Makanya saya bakal mengganti keluhan dengan sering tersenyum, biar sebenernya di dada ini nyesek banget karena gagal haha.
 
2. Nggak ada tuh ragu-ragu lagi belajar bahasa Jepang ( ^.^)ノ゚

            Umur 10 tahun saya udah mulai belajar bahasa Jepang secara otodidak. Terus sekarang jago nggak bahasa Jepang-nya? Nggak! ( ̄∇ ̄*). Awalnya menghafal Hiragana dan Katakana nggak ada masalah. Tapi pas ngeliat huruf kanji rasanya pengin ngelempar meja џ(ºДºџ). Dan kemudian berhenti total selama hampir sepuluh tahun karena nggak ada kemajuan berarti. Sampai awal Juli lalu tiba-tiba kesambet lagi buat belajar bahasa Jepang. Akhirnya sekarang saya pasang target, nggak ada keraguan lagi. Memang ada yang ingin saya gapai dengan bahasa ini, yang jelas bukan buat keren-kerenan dan suka aja wkwk. Saya belajar otodidak karena selama belajar bahasa pun cara ini emang yang paling ampuh. Mudah-mudahan saya bisa lulus JLPT N4 di 2018. Ganbarimasu! (Saya akan berjuang sebaik-baiknya)

3. Nggak ada tuh nggak nulis walau sehari ( ◜◒◝ )

            Nggak nulis sehari aja itu hidup jadi hampa, gelisah, dan bawaannya pengin marah-marah terus. Biasanya job nulis saja itu jadwal hebohnya cuma di Senin sampai Jumat. Makanya Sabtu dan Minggu suka saya manfaatin minimal nulis diari, nulis terjemahan buku atau komik yang saya baca, dan juga nulis artikel yang diikutkan buat lomba. Pokoknya tiada hari tanpa menulis. Menulis bagi saya itu udah kayak makanan. Harus dilakukan setiap hari biar nggak baperan ^o^.

4. Nggak ada tuh disebut sebagai jomlo lagi (´∀`)
  
          Penginnya sih langsung menikah nggak pakai pacaran. Target yang sebenarnya susah dilakukan karena dari dulu sering ada keraguan di hati saya dan mencari orang yang bersedia juga sih ( ̄∇ ̄*). Maka dari itu saya harus bisa menghilangkan keraguan di hati saya dulu. Proses mencarinya mungkin nggak bisa saya ungkapkan di sini hwehehe. Saya percaya menikah itu membawa kebaikan, apalagi kalau diniatkan untuk menyempurnakan separuh agama. Karena itu saya akan terus berusaha dan selalu berpikir positif pada-Nya. Siapa pun kamu, saya percaya kamu adalah orang yang terbaik yang dikirimkan oleh-Nya untuk saya. Kamu nyasarnya jangan lama-lama dong. Saya masih berada di tempat yang sama, setia menanti #halah.

5. Nggak ada tuh ngurangin stok bacaan (≧▽≦)

            Saya sebenarnya menyesal cuma baca sekitar 70-an buku di tahun 2017, itu pun udah termasuk kategori komik wkwk. Buat saya membaca adalah hal yang ampuh untuk menambah wawasan. Membaca juga bikin pikiran lebih fresh karena itu mampu menghilangkan stres dalam sekejap. Makanya untuk tahun 2018 saya nggak ada lagi ngurangin stok bacaan. Rencananya balik lagi punya target membaca seratus buku seperti di tahun 2016. Semoga bisa terpenuhi.

6. Nggak ada tuh jarang ikutin lomba nulis walau keseringan kalah (¬д¬)

            Jadi di tahun 2017 ini saya ada ikutan lomba nulis lebih dari tujuh lomba, tapi nggak ada yang jadi juara (TдT). Ya, emang nggak rejekinya. Tapi saya nggak akan ngurangin intensitas saya ikutan lomba nulis walaupun keseringan kalah dari menangnya. Hal yang memotivasi saya adalah tahun 2015 lalu saya pernah ke Korea Selatan gratis dari lomba menulis yang saya ikuti. Menulis ternyata memang bisa membuat kamu berada di tempat yang belum pernah kamu jangkau sebelumnya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini atas izin-Nya. Maka dari itu saya bakal sering ikutan lomba nulis yang saya minati. Saya yakin dengan banyak kegagalan yang saya lalui, satu kemenangan bisa menghapus kesedihan itu. Kira-kira menulis bisa membawa saya ke mana lagi ya? Saya pun penasaran hehe.

7. Nggak ada tuh nunda permintaan orangtua ٩(◦`´◦)۶

            Saya sampai sekarang masih tinggal di rumah orangtua, nungguin si doi yang nyasar terus di luar sana nggak balik-balik haha. Di keseharian saya, orangtua saya suka minta tolong saya nyuci piring, nyuci baju, ambilin jemuran, masakin air, yang sebenarnya saya lakukan, tapi sering saya tunda-tunda. Alasannya karena ada yang lagi saya kerjain, tapi sebenarnya karena males juga sih (emang saya rese -.-). Padahal orangtua saya bukan orangtua yang sering menuntut macam-macam. Masa hal-hal sepele di atas bisa saya malas kerjakan? Maka dari itu, saya akan mencoba untuk langsung melakukan permintaan mereka. Ini bakti sederhana yang saya lakukan kepada orangtua.

8. Nggak ada tuh yang namanya sakit-sakitan

            Alhamdulillah sampai sekarang saya belum pernah merasakan dirawat di rumah sakit dan mudah-mudahan nggak pernah :’D. Akhir tahun 2017 ini memang luar biasa, cuacanya silih berganti, dari panas ke dingin, dari dingin ke panas, pokoknya nggak jelas deh. Dan ini pernah membuat saya tepar seharian karena demam. Kalau udah sakit rasanya habis deh, saya paling nggak tahan jadi orang yang nggak produktif. Karena itu di 2018 saya akan lebih jaga kesehatan. Caranya:

  1. Mengatur pola makan, nggak makan terlalu banyak, nggak terlalu sedikit juga.
  2. Perbanyak konsumsi sayur-sayuran dan buah, atau yang lebih simpelnya minum vitamin.
  3. Nggak begadang, untungnya saya ini suka tidur jadi jarang begadang. Saya begadang kalau ada kejar deadline skenario aja.
  4. Bangun pagi, habis Subuh nggak tidur lagi, walaupun saat itu termasuk hari libur. Saya sudah melakukan hal ini bertahun-tahun lalu, jadi sampai sekarang Alhamdulillah udah jarang tidur habis Subuh.
  5. Kurang-kurangin kepo sama kehidupan orang lain, walaupun risikonya dianggap kurang gaul gara-gara nggak update sama berita gosip wkwk. Biar hati lebih tenang. Hati yang tenang bisa membuat raga jadi lebih sehat.
9. Kalau tiba-tiba sakit, nggak ada tuh nggak minum Theragran-M (´∀`ヽ)

            Wah saya baru tahu ada sebuah produk yang bentuknya mini, tapi punya manfaat yang banyak banget untuk tubuh. Namanya Theragran-M, vitamin yang bagus untuk mempercepat masa penyembuhan. Siapa saja bisa mengonsumsinya, dan paling oke diminum oleh mereka yang sakit, tapi sembuhnya lamaaaa banget. Nggak percaya? Ini lho keunggulan Theragran-M yang nggak diragukan lagi.

>> Theragran-M sudah ada sejak 40 tahun lalu. Khasiatnya yang luar biasa membuat para dokter meresepkannya. Karena sudah ada sejak lama, sudah pasti bukan sembarangan vitamin.
>> Kandungan vitamin dan mineralnya banyak banget! Ada Magnesium, Zinc, Vit A, Vit B, Vit C, Vit D, Vit E, dan masih banyak lagi. Semua itu tersimpan hanya di satu kapsul. Ajaib, kan?
>> Cocok untuk masa penyembuhan berbagai jenis penyakit yang membutuhkan daya tahan tubuh yang luar biasa. Karena pas lagi sakit, pasti daya tahan tubuh berkurang drastis. Kalau sakit jangan lama-lama, please :(. Pasti banyak yang  mengkhawatirkan kita, jadi kita harus tetap semangat untuk sembuh dan jangan lupa mengonsumsi Theragran-M.



Melihat keunggulan Theragran-M, saya nggak ragu lagi milih multivitamin tersebut untuk meningkatkan daya tahan tubuh saya, terutama ketika sedang sakit. Selain itu, Theragran-M ada label halal-nya lho, jadi sangat aman untuk dikonsumsi. 



Saya yakin dengan Theragran-M, misi resolusi 2018 saya yang ‘nggak ada tuh o(^^)o’ bisa berjalan dengan lancar. Doakan ya semua. Semoga kalian juga sukses di tahun 2018 ini. Amin

Emoticon dari www.smiley.cool
Sumber Theragran-M www.theragran.co.id
Gambar dari koleksi pribadi, www.pixabay.com, www.freepik.com, dan,  www.canva.com  

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Theragran-M.

Friday, 1 December 2017

Fall For Fangirl oleh Pretty Angelia dan Daisy Ann (Grasindo, 2017)

Assalammu’alaikum, Guys.
Alhamdulillah target buat nerbitin buku setahun sekali tercapai. Tahun ini ada novelku yang terbit judulnya Fall For Fangirl :D. Novel ini aku tulis barengan sama Daisy Ann. Setting-nya di Korea Selatan. Sudah tersedia di seluruh toko buku Indonesia.
Novel ini novel keduaku bersetting Korea setelah Dae-Ho’s Delivery Service. Penasaran sama ceritanya? Yok dibaca sinopsisnya ^^.



Judul              : Fall For Fangirl
Penerbit          : Grasindo
Harga             : Rp. 50.000,-

Sinopsis          :
“Perasaanku ini tidak ada matinya. Kalau tidak dengan Dae-Hyun Oppa, aku mau menjomblo saja seumur hidup!”

Kim Sara memang sudah gila. Ia rela menolak cinta banyak lelaki di kampusnya hanya karena ia tergila-gila pada Choi Dae-Hyun, penyanyi solo terkenal yang sedang tur di Amerika. Ia tak peduli harus dikata-katai sebagai fangirl gila atau penggemar tidak tahu diri.
Ia sudah bertekad akan mengutarakan perasaan tak warasnya itu ketika diadakan fanmeeting begitu Choi Dae-Hyun kembali ke Korea sebelum ia merilis single comeback-nya.
Tapi bukannya bertemu Dae-Hyun, ia malah bertemu dengan Lee Haneul, ‘penggemar’ barunya. Jika ia biasa ditembak lelaki keren, Haneul lebih cocok dikatakan sebagai mimpi buruk. Namun laki-laki klimis satu ini mengaku ayahnya bekerja di dunia agensi, dengan kata lain, pria ini bisa membantu Sara makin mendekat dengan bias-nya. Berjanji akan membantu Sara mengejar Dae-Hyun, Haneul menempel pada Sara bak bayangan gadis itu.
Karena nyatanya, cinta tak mengenal istilah ‘tidak tahu diri’.


Wednesday, 25 October 2017

Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki Chapter 20

Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki
Naruto © Masashi Kishimoto
The Lord of The Rings © J.R.R Tolkien
Warning: Sequel from ‘HEART’. Setting Canon. Semi-Crossover with The Lord of The Rings. Romance/Adventure. A bit Fantasy. OOC
PAIRING: Naru/Saku, Mina/Kushi, Sasu/Hina, Shika/Ino, Kaka/Kure

        
Menuju Kehancuran I
.
.
Hinata hanya memperhatikan sejenak Sakura dan Naruto yang saling adu mulut itu. Ia kembali memperhatikan langit lepas yang ada di atasnya. Ia tidak tahu Sasuke pergi ke mana. Padahal tadi ia ingin mengucapkan terima kasih karena Sasuke telah menyelamatkannya. Namun Sasuke malah menghindarinya seperti itu.
.
.
            Kaki Hinata nyaris terpeleset di bebatuan sungai yang ia telusuri. Meski begitu ia tetap berusaha menyeimbangkan tubuhnya. “Dingin.” Padahal mentari bersinar dengan gagahnya, ia keheranan dengan airnya yang seperti berasal dari negeri es. Namun ia tidak mau berhenti berlama-lama, ia tahu pasti Sakura dan Naruto akan mencarinya. Maka Hinata memilih jalan tersembunyi sekaligus berbahaya itu.
            Hanya satu yang ingin ia lakukan sekarang. Ia ingin bertemu dengan Sasuke.
            “Aku memang tidak tahu jalan menuju ke sana,” lirih Hinata yang menapaki satu batu dan batu lainnya. “Setidaknya dengan niat besarku ini siapa saja bersedia mengantarku ke Lembah Api.” Karena ada hal yang harus segera ia selesaikan.
            Mata Hinata lantas membesar. Di depannya ada sinar putih yang begitu terang. Ia lantas tersenyum tipis dan melihat ke arah langit. “Terima kasih sudah mengabulkan keinginanku.” Ia pun melangkah hingga menembuh sinar putih dan tiba di tempat yang asing baginya. Tidak seperti wilayah utama Uzumakigakure tadi, Lembah Api ini tampak sepi dan suram. Lokasinya dikelilingi oleh pegunungan berwarna merah dan minim bangunan. Bangunan-bangunan itu menyerupai kuil dan memanjang dari barat ke timur tidak terlihat ujungnya.
            Pandangan Hinata mengedar ke seluruh wilayahnya. “Di mana dia?”
.
.
            Kushina, Sakura, dan Naruto kini berada di ruang makan Rumah Besar Uzumakigakure. Hidangan yang dimasak oleh Kushina sudah tersedia di depan.
            Naruto mengambil sumpit dan mengarahkannya ke udang raksasa di sebuah piring besar. Wajahnya mengeras ketika ada sumpit lain yang menjepit udangnya. Ia memandang tajam ke arah Sakura. “Ini punyaku.”
            “Aku duluan yang mengambilnya. Minggir!” balas Sakura.
            “Tidak mau!” omel Naruto.
            Kushina membelah udang itu jadi dua dengan kekuatan telepatinya. “Kalian sudah 16 tahun, tapi masih seperti bocah.” Ia geleng-geleng kepala. “Ngomong-ngomong di mana Hinata?”
            “Tadi dia ingin mencari angin segar di pinggir laut,” jawab Sakura.
            “Sebentar lagi dia juga akan pulang,” tukas Naruto.
            Kushina memandangi Sakura dan Naruto bergantian. Ia meletakkan sumpit di atas meja. “Memangnya dia tahu jalan menuju ke sini? Dari laut ke sini kan cukup jauh.”
            Naruto langsung bergeming. “Aku baru ingat.”
            Kushina jadi kesal karena kecerobohan anaknya. “Harusnya kita menunggunya pulang dulu. Cepat cari Hinata. Meski di sini aman, tapi dia bukan penduduk asli daerah ini. Aku takut ada apa-apa dengannya.” Ia mendesah panjang. “Ini gara-gara kalian bertengkar terus.”
            Sakura berdeham karena merasa bersalah. “Saya minta maaf, Kushina-san.”
            Naruto langsung berdiri. “Aku akan mencarinya!”
            “Aku juga!” timpal Sakura.
            Naruto langsung protes. “Kau di sini saja!”
            Mata Sakura mendelik. “Siapa juga yang mau mencari Hinata bersama denganmu?!”
            “Jangan banyak tingkah! Cuma aku yang tahu wilayah di sini!”
            “Aku juga tahu kok!”
            Kushina lagi-lagi mendesah panjang. “Memang susah berhadapan dengan dua orang yang sedang dimabuk cinta.”
            “Aku tidak mencintainya!” pekik Naruto dan Sakura berbarengan.
.
.
            Sasuke memandangi kawah Lembah Api yang mengeluarkan asap. Rambutnya menari diterpa angin hangat yang berembus. Ia bergidik. “Seperti apa musuh yang kulawan nanti?” Ia terus memikirkannya. Ia memang pernah bekerja sama dengan Madara, tapi instingnya bisa mengendus banyak rahasia yang ia sembunyikan. Rahasia yang mengerikan. Angin besar lalu berembus. Yang ini membuat bulu kuduk Sasuke berdiri. Matanya mendelik.
            Sasuke kemudian berusaha menenangkan hati. Ia membalikkan badan. “Bagaimana kau bisa sampai di sini?”
            Hinata tersenyum tipis padanya. Tangannya menunjuk ke langit. “Dia yang menuntunku.”
            Sasuke paham maksud dari perkataan Hinata. Pasti ulah Suzaku. “Jadi, apa yang ingin kau bicarakan padaku?”
            Hinata menggigit bibir. “Aku ingin berterima kasih karena kau telah menyelamatkanku.”
            “Kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya—” Suara Sasuke tiba-tiba tercekat di tenggorokan. “Urusanmu sudah selesai, kan? Kau bisa pergi dari sini.”
            “Kenapa kau menghindariku?”
            “Aku melakukannya demi keselamatanmu. Kau tidak menyadari kau hampir celaka gara-gara aku?” volume suara Sasuke meninggi.
            “Tapi kau tidak melukaiku.” Hinata menunduk. “Yang melukaiku orang-orang dari klanku sendiri.”
            Sasuke membenci wajah penuh kesedihan itu. Ia yang tidak mau terbawa suasana, membalikkan badan; membelakangi Hinata. “Mereka melukaimu gara-gara aku. Mereka semua takut ... mereka takut aku memanfaatkan kekuatanmu. Sama seperti Madara dulu yang memanfaatkan Hikari.”
            “Tapi kau tidak melakukannya, kau malah menolongku, kan?” protes Hinata.
            “Tapi bagaimana jika suatu saat aku lupa diri dan benar-benar berubah seperti dia? Aku satu keturunan dengannya! Kau tidak menyadari bahwa kita sama-sama memiliki garis takdir yang tragis?”
            Hinata lantas paham apa yang dikalutkan oleh Sasuke. Perlahan ia melangkahkan kakinya menuju keturunan Uchiha itu. “Kita sama-sama memiliki garis takdir yang tragis. Kita pun dibuang oleh klan kita sendiri. Kalau begitu bagaimana jika kita berusaha saling memahami?” Air matanya jatuh perlahan.
            Sasuke tidak mengerti apa yang merasuki dirinya. Kakinya melangkah cepat menuju Hinata.
            Hinata pun tidak pernah menyangka jika Sasuke memeluknya. Matanya lantas meletupkan binar. Air mata itu masih mengalir di wajahnya. Tidak ada kata yang keluar dari bibir mereka berdua, tapi mereka seolah mengerti satu sama lain. Kedua tangan Hinata merengkuh kuat baju Sasuke.
            Dan yang tidak mereka sadari, ada dua orang yang tak diundang menyaksikan semua hal itu.
            Naruto menggaruk pipinya. “Mereka baru saja melewati keadaan yang sulit ya.”
            Sementara Sakura diam saja, ia tersenyum tipis seraya menghembuskan napas lega.
            “Ayo, pulang. Aku masih lapar.” Naruto lalu membalikkan badan dan berjalan menjauh.
            “Eh? Lalu bagaimana dengan Hinata?”
            “Dia bersama Sasuke jadi tidak perlu khawatir.” Naruto tersenyum dengan lebar. Angin berembus, membuat rambut kuningnya melambai-lambai.
            “Apa-apaan kau tersenyum seperti itu,” Sakura membuang mukanya malu-malu. Ia kemudian mengikuti Naruto pergi.
.
.
            Tsunade berdiri di atas kepala patung kakeknya. Ia ditemani oleh Shizune. Memantau di bawah dengan mata awas. Berbondong-bondong penduduk Konoha masuk ke dalam tebing secara teratur.
            Shizune menatap Hokage Kelima itu dengan wajah prihatin. “Mereka terlihat kebingungan, Tsunade-sama.”
            Tsunade mengembuskan napas-napas kuat. “Kali ini kita benar-benar melawan musuh yang kuat. Aku tidak tahu apakah kita akan selamat. Aku tidak bisa menjamin keselamatan diriku, apalagi mereka.”
            Shizune lalu menyadari burung-burung bertebangan dengan gelisah di langit Konoha. Pandangannya menajam. “Kalau begitu saya akan melakukan patroli. Dia bisa menyerang kapan saja.”
            Tsunade mengangguk.
.
.
            Sementara itu para Shimakaru dan lainnya melakukan rapat bersama di bawah tenda. Yang hadir cukup banyak. Dari pemimpin ANBU, petinggi klan-klan shinobi yang ada di Konoha, dan juga rekan-rekannya.
            “Jadi, seperti apa musuh yang akan kita hadapi?” tanya Chouji dengan wajah serius.
            “Mereka yang sudah mati, dan ingin yang hidup merasakan kematian itu sendiri,” ungkap Shikamaru.
            Sekujur tubuh Ten jadi menggigil. “Kita benar-benar tidak tahu siapa mereka, apalagi bagaimana cara mengalahkan mereka.”
            “Kita bisa mengetahuinya kok,” jawab Shikamaru yang terdengar optimis. Hanya saja ekspresinya masih begitu tegang. “Tapi kita harus melawan mereka dulu.”
            Kiba lalu menepuk dahinya dan tertawa miris. “Orang yang paling jenius saja sulit memikirkan solusi yang tepat, kita benar-benar terdesak ya.”
            Shikamaru memejamkan matanya rapat-rapat. “Meski begitu kita harus bisa bertahan sekuat tenaga. Aku berjanji akan mencari solusi secepatnya.” Ia menatap satu per satu mereka yang ada di sana. “Yang jelas jangan sampai kalian menatap matanya, jangan sampai tubuh kalian terluka karena serangannya. Dua hal itu akan membuat kalian sulit diselamatkan.”
            “Tapi bukannya bisa disembuhkan dengan jurus khusus?” Rock Lee mengingatkan.
            “Memang bisa, tapi jika banyak berjatuhan korban hal itu pun akan percuma karena yang bisa mengaktifkan jurus itu hanya dari Klan Uzumaki.” Ekspresi Shikamaru mengeras. “Rapat selesai. Kalian sebaiknya berjaga-jaga selama evakuasi, jangan sampai ada penyusup.”
            Para peserta rapat pun membubarkan diri. Shikamaru juga hendak pergi, tapi ia baru menyadari masih ada satu orang tertinggal di sana.
            “Shikamaru.”
            Shikamaru hanya melihat Ino dengan wajah betenya. Ia seperti tidak suka diintervensi saat sedang sibuk seperti ini.
            “Aku hanya ingin bilang, pikirkan semuanya matang-matang, jangan gegabah mengambil keputusan.”
            Shikamaru lalu membalikkan badannya. “Heh, jangan meremehkanku. Aku ini orang terjenius di Konoha tahu.” Ia pun berlalu meninggalkan Ino.
            Ino memandangi punggung yang kian menjauh itu dengan senyuman di bibirnya. “Harusnya dari dulu kau meresponsku dengan nada sok tahu seperti itu.”
.
.
            Setelah terkena serangan fatal beberapa hari lalu, keadaan Kakashi sudah membaik. Tapi hal itu tidak membuatnya bersantai-santai. Sekarang ia sudah siap berada di garda depan.          “Pakai jaketmu.”
            Kakashi lalu mengambil jaket tersebut dari tangan Kurenai. Ia lalu memperhatikan istrinya sejenak. “Akhir-akhir kau tampak pucat. Apa kau baik-baik saja?”
            “Kekhawatiranmu terlalu berlebihan, Kakashi. Harusnya aku yang menanyakan apa kau baik-baik saja. Kemarin kau hampir saja mati.”
            Kakashi jadi merasa bersalah karena ucapannya itu. “Maafkan aku, aku akan lebih hati-hati.”
            Kurenai mengangguk, lalu melingkarkan tangannya di punggung Kakashi. “Kau harus pulang dengan selamat.” Ia menatap wajah suaminya lekat-lekat.
            Kakashi lantai membelai wajah Kurenai dengan mesra. “Aku akan berusaha.”
            Kurenai tersenyum tipis. “Aku akan membawa Hiruzen ke tempat pengungsian. Sebenarnya aku ingin ikut berperang, tapi aku tidak bisa meninggalkannya.”
            “Aku paham.”
            “Kalau begitu sampai jumpa sehabis perang, Kakashi.”
            Kakashi tidak mengerti hatinya jadi kecut seperti ini, namun senyuman Kurenai yang biasanya cantik itu saat ini jadi terlihat menyedihkan baginya.
.
.
            “Sebenarnya kenapa kita harus mengungsi?”
            “Aku juga tidak mengerti.”
            “Padahal di serangan dulu saja kita diberi peringatan awal. Yang ini benar-benar membuatku was was.”
            Para penduduk Konoha masih terlihat mengantri rapi. Namun seiring berjalannya waktu, kegelisahan mereka semakin membesar.
            “Yang kudengar kemarin ada kumpulan iblis yang masuk ke wilayah Konoha dan membuat Kakashi terluka parah,” ungkap salah satu penduduk.
            “Kau tahu dari mana?” ucap yang lainnya tampak terkejut.
            “Beritanya kemarin sangat heboh. Kau tidak tahu?”
            “Ah, yang benar saja. Aku tidak ada mendengar serangan apa pun. Kau ini hanya mengada-ada.”
            Sementara itu yang tidak mereka sadari, ia berdiri di antara penduduk dengan kepala tertunduk. Ia tampak lemah, tapi bibirnya menyeringai. Dari mulutnya keluar air liur yang cukup banyak. “Lapar, lapar … ada banyak makanan di sini….”
            Dan salah satu shinobi menghampirinya. “Hei, kau tidak apa-apa? Kalau sakit sebaiknya beri yang lain untuk jalan. Kau memperlambat yang lain mengungsi.”
            Ia hanya nyengir saja melihat shinobi tersebut, kemudian berlari kencang menuju si shinobi dan menembus tubuhnya seperti hantu. Tapi tubuh si shinobi itu jadi membusuk dan terkapar di tanah.
            “KYAAAA!”
            Barisan para pengungsi pun kacau-balau.
            Teriakan penduduk dan deru tanah yang menggelegar membuat semua para shinobi terkejut. Terutama Tsunade. Matanya membesar memandangi arah sumber suara. “Mereka sudah di sini?”
.
.
            Naruto melahap makanannya cepat-cepat. Ia memang selalu suka masakan Rumah Besar Uzumakigakure.
            “Pelan-pelan makannya, Naruto. Persediaan makanan masih banyak kok,” Kushina memperingatkan.
            Naruto tapi tidak mendengarkan ocehan ibunya. Matanya menatap ke Sasuke dan Hinata yang tampak menikmati santapannya. Ia lalu melihat ke arah kursi paling ujung yang tidak berpenghuni. “Kaa-sama, kenapa Ojii-sama tidak pernah ikut makan bersama kita?”
            “Dia memang seperti itu, sudah lama sekali lebih memilih makan di kamarnya.”
            Mata Naruto menyipit. “Pasti porsinya lebih banyak daripada yang diberikan padaku.” Namun kemudian Naruto mematung. Matanya menyalang. Ia memang masih berada di Uzumakigakure, tapi ia melihat orang-orang berlarian. Mereka berteriak kencang dikejar sesuatu yang seketika membuat Naruto berdiri menggebrak meja mengagetkan semuanya.
            “Kau kenapa Naruto?” tanya Sakura.
            “Konoha diserang!”
            Dan mereka pun paham makan-makan ini harus dihentikan sekarang juga.
            “Semuanya bersiaplah untuk berperang.” Kushina ikut berdiri. Ia pergi ke ruangan lain.
            “Nee-sama! Konoha benar-benar sudah diserang?” Rin lalu muncul.
            Kushina mengangguk. “Penglihatan Naruto tidak pernah salah.” Dengan kekuatan ajaibnya, dalam sekejap ia sudah berganti mengenakan baju perangnya berupa obi merah yang dilapisi perisai emas. Rambutnya yang memanjang dikucir ekor kuda. Ada pedang yang di sampirkan di punggungnya. Ia berjalan cepat ke arah aula bersama Rin yang mengikutinya.
            Kushina menghampiri Miyazaki yang sedang memandang keluar melalui jendela raksasa. “Ada, dia sudah datang.”
            “Hm.”
            Kushina memejamkan matanya sejenak. “Aku tahu Ada tidak ingin ikut campur dalam perang ini, tapi apakah Ada ingin menyampaikan sesuatu padaku?”
            Miyazaki menatap Kushina tanpa ekspresi. “Kalau aku bisa melihatnya, pasti aku akan memberi tahumu.”
            “Dengan hanya menyegel kesembilan bijuu, apakah itu cukup?”
            Miyazaki kembali memandang keluar. “Harusnya cukup, tapi aku tidak tahu apa yang dia rencanakan sebenarnya.”
            “Kaa-sama!” Naruto muncul di pintu.
            Kushina lalu meletakkan satu tangan di dadanya dan membungkuk. “Kami akan kembali memberikan kabar baik.”
            Rin dan Naruto pun melakukan hal serupa, meski Naruto lebih kikuk. Ia tidak biasa dengan salam penghormatan itu.
            Melihat ibunya berjalan keluar dari aula, Naruto pun ikut menjauh. Kemudian Sakura muncul dan berjalan di belakangnya.
            “Naruto, kau punya rencana apa?”
            “Hah? Kenapa harus memikirkan rencana segala?” Naruto malah menjawabnya dengan enteng.
            Sakura lalu menarik bahu Naruto. “Apa kau bilang? Kau tahu kan musuh kita sangat kuat?!”
            Naruto pun jadi berang. “Kenapa kau jadi marah?! Baik aku, kaa-sama, bahkan kakekku saja tidak tahu apa yang sebenarnya Madara rencanakan.”
            “Aku tidak marah kok. Aku hanya ingin kau tidak melakukan semuanya sendirian!” lawan Sakura.
            Tiba-tiba Naruto melihat sosok yang berlumuran darah. Ia buru-buru mengalihkan pikirannya. “Kau, sembuhkan para pasukan sebanyak-banyaknya. Kau dibutuhkan karena itu jadi jangan menganggu konsentrasiku. Mengerti?!”
            Sakura membelalak mendengar pernyataan Naruto yang begitu ketus.
            “Apa-apaan mereka? Di saat seperti ini malah bertengkar,” omel Kushina setibanya di sana.
            “Aku duluan,” Naruto lalu menghilang dan satu per satu dari mereka mengikuti jejaknya.
.
.
            Tsunade melompat dari bangunan ke bangunan. Jantungnya berdegup kencang. Suara teriakan demi teriakan yang menggelegar itu menyayat hatinya. “Kenapa mereka bisa masuk? Apakah segelnya tidak bekerja?” Tsunade memperhatikan bayang-bayang api yang memenuhi langit Konoha. Ia lalu memikirkan kemungkinan lain. “Berarti sebelum segelnya diaktifkan beberapa di antara mereka ada yang menyamar dan berhasil masuk? Sial!”
            “Tsunade-sama!”
            Tsunade melihat para shinobi angkatan Naruto menyusulnya. “Kalian! Musuh ini sangat kuat! Berhati-hatilah! Jangan sampai ada dari kalian yang mati!”
            “Siap, Tsunade-sama!”
            Sementara itu di tempat lain kerusuhan itu semakin menjadi. Musuh hanya satu, tapi sudah banyak rakyat sipil yang menjadi korban.
            “Lari, semuanya! Lari!”
            Kemudian para ANBU berdatangan  mereka masing-masing memegang katana dan menyerang berbarengan. Tapi Iblis Berjubah Hitam yang menggunakan tubuh manusia itu malah kesenangan karena ada yang menginterupsi waktu makannya. Ia melihat ke langit. “Santapanku makin banyak! GRAUUU!” Nyawa para ANBU itu pun dilahapnya habis
            “Semuanya cepat berlindung di bawah tebing!” salah satu ANBU menggiring para rakyat biasa ke tempat yang dimaksud; setidaknya serangan mendadak itu mengalihkan si iblis dari rakyat malang itu.
            “Jangan melarikan makananku!” si iblis menyerang ANBU itu.
            ANBU tersebut segera mengambil katananya. “Sial!” ia pun berniat menebas tubuhnya. Namun iblis itu lebih cepat, satu lagi korban yang tubuhnya membusuk di tanah.
            “Hahahaha!” iblis itu kesenangan.
            Para ANBU berkeliling di depan rakyat biasa. Keringat dingin mengucur di tubuh mereka.
            “Dia tidak mempunyai jurus khusus. Hanya saja gerakannya cepat dan langsung mematikan lawan dalam sekejap,” ujar salah satu ANBU.
            “Ugh! Bau bangkainya sangat pekat!” keluh ANBU yang lain.
            “Kita harus memancingnya menjauh dari para pengungsi.”
            “Tapi bagaimana caranya? Dia bukan tipe yang bisa jatuh dalam jebakan.”
            “Ck, untung saja hanya satu.”
           Iblis itu menyeringai mendengar kalimat terakhir. Kemudian kejadian berikutnya membuat ngeri semua orang. Mereka yang sudah membusuk bangkit kembali satu per satu.
            “Lapaaarrr!~”
            “Makan! Aku butuh makaaannn!~”
            “Makan yang mana dulu ya?!”
            Para ANBU dibuat tak berkutik. Sementara rakyat biasa melenguh ketakutan. Mereka bak terjebak di mimpi buruk di pagi hari.
            “Bagaimana bisa?!”
            “GRAAAA!” mayat-mayat hidup itu pun berlarian ke arah mereka.
            “Habislah kita….”
            Mayat-mayat hidup itu semakin mendekat diiringi dengan teriakan-teriakan yang semakin menjadi. Dan….
            “Rasenshuriken!
            Tubuh-tubuh yang membusuk itu terpental ke langit.
            Naruto dan kelompoknya ternyata tiba lebih dulu.
            “Ugh, baunya!” Sakura menutup hidungnya sesaat.
            Mata Kushina memincing melihat mayat-mayat hidup malang itu. “Mereka membangun pengikut ya.”
            “Naruto, Kushina!” Tsunade dan para ninjanya pun berdatangan.
            Para mayat hidup menghentikan serangannya.
            “Ada makanan hebat yang datanggg…!”
            “Tapi dia sulit dimaakaann. Grrr!~”
            “Mereka semua takut melihat jurus Naruto,” ujar Kushina.
            “Apa yang kau lakukan, Naruto?! Mereka itu rakyat biasa!” omel Tsunade. Menurutnya Naruto terlalu gegabah.
            Naruto kaget juga dibentak seperti itu. “Maafkan aku, tapi mereka tidak bisa disembuhkan dengan cara apa pun.”
            “Sebenarnya bisa kok,” sahut Sakura.
            “Sungguh, Sakura?” Tsunade memang berharap banyak pada muridnya itu.
            Naruto pun protes. “Hei, kau jangan mengada—”
            Tapi Sakura keburu mendorong wajah Naruto dengan tangannya. “Diam! Dengarkan dulu penjelasanku! Ini gara-gara kau meremehkan yang namanya rencana!”
            Sasuke bolak-balik menatap Naruto dan Sakura. Matanya menyipit. Dari pagi mereka berisik sekali. Ia lantas memandangi langit Konoha. Kekkai-ku masih berfungsi, tapi tidak kusangka para iblis itu bisa membodohi kita. Mereka benar-benar penuh kelicikan.
            “Aku bisa menggunakan genjutsu untuk memulihkan mereka, tapi nyawa-nyawa yang sudah dimakan harus dikeluarkan dari perut iblis itu,” jelas Sakura yang kemudian melepaskan tangannya.
            “Oh ya?” Naruto berkacak pinggang. “Aku baru mendengar tentang itu!”
            Sakura menatap Naruto kesal. “Ini karena Earendell memberiku petunjuk.”
            “Yah, kalau sudah begitu sih tidak ada yang bisa membantahnya,” ujar Kushina yang kemudian menepuk-nepuk bahu Naruto agar tenang.
            “Para iblis itu membenci api, jadi pastikan mereka bisa memakan api,” ujar Sakura.
            “Kalau begitu serahkan padaku.” Sasuke maju ke depan. Shikamaru yang melihatnya memasang tampang kesal. “Setelah semua rakyat sipil berhasil masuk ke tempat pengungsian aku akan memasang kekkai api di sekitarnya.”
            Tsunade lalu menghadap ke anak buahnya. “Kalian dengar, kan? Semuanya membagi kelompok dan pastikan shinobi yang menguasai jurus api menyebar di antara kelompok tersebut. Ada sembilan pintu menuju pintu masuk pengungsian. Laksanakan!”
            Para shinobi itu pun segera berpencar ke lokasi yang diperintahkan tadi.
            Kushina tersenyum melihat Sakura. Tidak kusangka dia mampu mengendalikan Earendell secepat ini. Jangan-jangan dia memang reinkarnasinya Sakura-sama. Ia lalu melihat para pengungsi di sana sudah memasuki tebing.
            “Di sini sudah dipastikan aman ya. Baiklah, berarti tinggal menyegel mereka ke tempat semula.” Naruto meninju tangannya sendiri.
            Mayat-mayat hidup itu mulai meraung.
            “Err, mereka kesal makanannya dibawa pergi,” komentar Sakura.
            “Kau jangan sampai tidak melihatnya, Naruto. Malam ini ia akan bersinar dengan terangnya,” ujar Kushina tiba-tiba.
            Ekspresi Naruto mengeras mendengarnya. Ia tentu mengerti apa yang dimaksud oleh ibunya.
            Sasuke kembali memperhatikan langit Konoha, matanya menajam ketika sesuatu yang aneh terjadi di sana. “Tsunade-sama, sepertinya kita sudah kedatangan tamu lain yang kuat. Berhati-hatilah.”
            “Madara?”
            “Belum bisa kupastikan, tapi yang jelas ada yang merusak perisai apiku.”
            “Apa?!” Naruto menatap ke arah yang sama.
            “Berarti kita harus bekerja ekstra ya. Selain melakukan penyerangan, juga melindungi kekkai yang dibuat untuk melindungi rakyat sipil nanti agar tidak rusak.” Kushina mengepalkan tangannya.
            “Aku sebaiknya ikut berpencar.”
            Tsunade menyetujuinya.
            “Sasuke-kun, aku ikut,” pinta Hinata.
            Sasuke menatap Hinata sejenak, lalu mengangguk. Mereka lalu pergi ke tempat lain yang memberikan firasat buruk kepadanya.
.
.
            Sasuke dan Hinata membelalak saat mayat-mayat bergelimpangan di depannya. Hanya ada satu orang yang duduk di atas mayat-mayat malang itu. Mayat-mayat itu tidak hanya rakyat biasa, tapi juga ANBU dan shinobi lain.
            Hinata yang melihatnya menggigil sekaligus merasa merana. Ia menutup mulutnya. “Te-tega sekali.”
            “Dia ingin menghabisi kita semua.”
            “Eh, ternyata kau sudah tiba ya?” sosok itu lalu berdiri dari tempat duduknya.
            Sasuke dan Hinata dalam posisi siap bertarung.
            Sasuke memandang tajam ke Kabuto. “Aku kira kau salah satu dari sembilan iblis yang menjijikan itu.”
            Kabuto terbahak-bahak sampai bikin bulu kuduk Hinata naik. “Ya, bisa dibilang aku juga sama seperti mereka.”
            Namun pemandangan selanjutnya membuat Sasuke dan Hinata terbelalak. Hinata langsung mencengkram belakang obi Sasuke. “Sasuke-kun—”
            “Jangan mengaktifkan byakuganmu. Kau bisa berakhir seperti Neji,” titah Sasuke.
            Hinata pun mengurungkan niatnya. Tadinya ia hendak melihat apa yang sebenarnya terjadi pada Kabuto.
            Sasuke mengeluarkan katananya. “Ternyata kau juga dimakan ya, tapi kau dimanfaatkan sebagai inangnya.”
            “Jangan mengada-ada, Sasuke. Aku tetap Kabuto, tahu.” Kabuto tiba-tiba muncul di depan Sasuke dan Hinata; menyerang mereka dengan tangannya yang berubah jadi ular.
            Mereka bisa menghindar, tapi Kabuto berputar dan menyerang keduanya secara bersamaan.
            Sasuke berhasil menebas ularnya dengan katana, sedangkan Hinata mengeluarkan jurusnya yang membuat tangan kanan Kabuto terputus.
            “Kunoichi sialan. Belum apa-apa sudah membuatku terluka.” Kabuto menyeringai memandangi Hinata.
            Hinata tetap awas pada posisinya. Tiba-tiba ada ular yang muncul dari tanah dan berada di belakangnya.
            “HINATA!” Sasuke hendak menyerang ular itu dengan pedang apinya yang memanjang. Tapi….
            ZRAT!!!
            Seringai Kabuto semakin lebar. “Tertipu!”
            Ular di belakang Hinata menghilang, ia merasa dunianya telah berakhir ketika ular buas itu menembus dada Sasuke. “SASUKE-KUNN!”
.
.
            Naruto lalu menengok ke arah Sasuke dan Hinata pergi. Mereka baik-baik saja, kan? Kenapa perasaanku jadi tidak enak ya? Fokusnya kembali pada para shinobi yang menyerang mayat-mayat hidup itu secara membabi-buta. Sasuke pernah berlatih bersamaku sih, jadi harusnya ia tidak mudah dikalahkan. Ya, walaupun aku berhasil mengalahkannya. Di saat begini Naruto masih sempat-sempatnya membanggakan diri.
            Sakura membentuk beberapa segel di tangannya dan menghentakannya ke tanah. “Sakura no jutsu!
            Lalu muncul ratusan pohon sakura dalam waktu bersamaan.
            “Yosh! Mari kita menyembuhkan mereka yang terinfeksi.”
            Lantas ada keanehan yang bisa Kushina rasakan. “Semuanya! Menghindar!”
            Lalu bola api raksasa berwarna biru menghitamkan semua yang dilewatinya.
            “Aakkk! Pohonnya!” Sakura kaget sekaligus kesal.
            Hampir semuanya menghindar, tapi ada beberapa shinobi yang terlambat melakukannya.
            Tsunade pun merasa kecolongan. “Bijuu?! Yang benar saja!”
            Naruto melihat ke segala direksi. Kali ini ia benar-benar marah. Di mana kau, Madara sialan?!
            “Sepertinya para iblis itu hanya permulaan. Serangan sebenarnya adalah ini.” Kushina lantas mengubah wujudnya. “Baru muncul satu. Kalau semuanya muncul, terpaksa kita harus memanggil Suzaku dan lainnya.”
            “Kau serius, Kushina? Padahal Konoha baru saja melakukan pembangunan akibat serangan Pein!” Tsunade tidak menyangka dalam kurun waktu yang cukup dekat desanya mendapatkan serangan besar-besaran seperti ini. Pertarungan para monster pasti akan memporak-porandakan Konoha kembali.
            Kemudian Bumi bergetar. Nekomata berlari kencang.
            Sakura yang berlindung di pepohonan, kemudian melompdat dari satu pohon ke pohon lainnya. “Kucing kurang ajar! Dia membuat chakraku terbuang sia-sia!”
            “Sakura, jangan gegabah!” teriak Naruto. Ia hendak mengejar, tapi sebuah tangan mencegatnya.
            “Kau juga jangan gegabah, Naruto. Perhatikan sekitarmu baik-baik. Bijuu lain bisa tiba-tiba muncul. Serahkan yang ini pada Sakura.”
            Naruto tidak mengerti mengapa ibunya berkata demikian.
            Sakura semakin mendekat Nekomata.  Ia melompat tinggi-tinggi. “Hyaaatttt!” Lalu meninju dahi Nekomata dengan kemampuan andalannya itu.
            BOOM!
            Tubuh Nekomata pun terpental berkali-kali di atas tanah.
            Naruto sampai melongok melihatnya.
            “Maafkan aku kucing manis!” Sakura jadi kasihan karena ia memang menyukai kucing. Namun ia tahu kucing satu ini tidak akan membiarkannya hidup.
            “RAWRRR!” Nekomata lalu bangun perlahan. Ia lebih garang dari yang tadi.
            Kedua tangan Sakura mengepal.
            Tsunade lantas melihat ke direksi lain. Matanya membesar. “Sepertinya aku harus mengurus hal lain.”
            Kushina pun melihat ke direksi yang sama. “Iblis itu punya rencana lain.”
            “Biar aku yang membereskan mereka, Baa-chan.”
            “Kau tahu bagaimana menyegel mereka?”
            Naruto mengangguk pasti. Ia akhirnya mengingat salah satu cara yang cukup ampuh. “Aku akan membawa mereka ke dimensi lain.” Ia lantas memperhatikan Sakura yang berhadapan dengan Nekomata. “Kalau mereka semua berkumpul aku akan membiarkan Kyuubi keluar lalu melakukan penyegelan terakhir.”
.
.
            Pintu ketiga pengungsian
            Shikamaru dan shinobi lainnya terpaksa membunuh para rakyat sipil yang berubah jadi mayat hidup.
            “Shikamaru-san! Ini tidak ada habis-habisnya,” pekik salah satu ANBU.
            Shikamaru sendiri sibuk membunuh para mayat hidup yang berusaha menyerangnya. “Aku terlalu menganggap remeh mereka. Mereka benar-benar mengerikan.”
            Shikamaru memperhatikan teman-temannya yang berjuang untuk mempertahankan diri. Kekhawatirannya memuncak, kalau begini terus maka keadaan mereka akan semakin memburuk. Mereka akan mati duluan karena kehabisan chakra, sementara para mayat hidup ini jumlahnya terus bertambah.
            Namun, Shikamaru tiba-tiba merasa dunianya berhenti. Ia menyadari Ino yang bersusah-payah melindungi diri dari serangan bertubi-tubi para mayat hidup itu. Salah satu dari mayat hidupnya menyerang dari belakang. Ia lantas tahu apa yang harus dilakukannya.
            Shikamaru mendorong Ino dengan cepat. Sementara tubuhnya ditembus oleh salah satu mayat hidup itu.
            Hati Ino hancur berkeping-keping melihatnya. Teriakannya lantas membumbung tinggi ke udara. “SHIKAMARU!”

            BERSAMBUNG….
           

Halooo, maaf baru update. Bikin adegan pertarungan itu susah, apalagi yang bertarung orangnya banyak :'D. 
Btw, mau sekalian ngabarin Alhamdulillah salah satu draft novelku tayang di akun wattpad Belia Writing Marathon punya Bentang Pustaka, judulnya CURIGA. Ada yang main wattpad? Baca ceritaku yuk. Begini sinopsis lengkapnya.
========================================
SINOPSIS CURIGA
            Awalnya Vaniolla Zita atau yang dipanggil Olla ngisengin tiga temen cowoknya; ngirimin surat kaleng yang seolah-olah berasal dari masa lalu. Sandi dan Wendi hampir kemakan kata-kata di suratnya. Tapi berkat kecerdasan Lexi, si cowok paling jutek di SMK Multimedia Jayakarta, kedok Olla pun kebongkar. Yah.... Olla gagal ngusilin mereka deh!
            Tapi.... Keesokan harinya giliran Olla yang dapetin surat kaleng! 
            Olla pun ngerasa gondok. Pasalnya surat tanpa nama yang ia temukan di lokernya itu aneh banget. Bilang cinta, tapi ngehina-hina juga. Udah gitu sok ngatur pula. Belum tahu dia kalau Olla paling nggak suka diatur, apalagi sama orang yang nggak berani nampakin diri kayak gitu.
            Olla curiga sama Sandi, Wendi, dan Lexi, cowok-cowok keren yang lagi dekat dengannya. Cuma... mungkinkah salah satunya itu mereka? Namun yang lebih bikin Olla penasaran, kenapa dia malah pakai surat? Kenapa nggak ngomong langsung aja?
============================
Gimana? Bikin penasaran, kan? Covernya sendiri dibuatin sama sahabatu tercinta, Andini Fitri Lubis ^^/.

            Ayo dibaca! Bakal aku publish sampai ending lho. Oh ya, buat yang baca dan kasih vote + komentar di ceritaku ini juga punya kesempatan dapetin buku gratis dari Bentang Pustaka.
Silakan berkunjung ke link ini: https://www.wattpad.com/484269945-curiga-bab-1