Teman-temanku kebanyakan kerja kantoran dan melanjutkan
kuliah. Sedangkan aku … aku sibuk berusaha menggapai cita-cita dan ridha-Nya. Sudah
saatnya melakukan apa-apa yang aku senangi. Tidak mau jadi robot lagi :))
– 25 Mei 2014
Friday, 25 April 2014
Monday, 21 April 2014
Bekal Surga oleh W.S. Rendra
Bekal Surga oleh W.S. Rendra
Seringkali aku
berkata,
Ketika semua orang
memuji milikku.
Bahwa semua ini
hanyalah titipan.
Bahwa mobilku
hanyalah titipan-Nya.
Bahwa rumahku
hanyalah titipan-Nya.
Bahwa hartaku
hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku
hanyalah Titipan-Nya
Tetapi… mengapa
aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia
menitipkan padaku?
Untuk apa Dia
menitipkan padaku?
Dan kalau bukan
milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu?
Mengapa hatiku
justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta
kembali,
Kusebut itu
sebagai musibah…
Kusebut itu
sebagai ujian
Kusebut itu
sebagai petaka
Kusebut itu
sebagai panggilan
Apa saja yang
melukiskan kalau itu adalah derita…
Ketika aku berdoa,
Kuminta titipan
yang cocok
Dengan hawa
nafsuku…
Aku ingin lebih
banyak harta
Ingin lebib banyak
mobil
Lebih banyak
popularitas
Dan kutolak sakit,
Kutolak kemiskinan
Seolah semua
derita adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan
dan kasih-Nya
Harus berjalan
seperti matematika
Aku rajin
beribadah,
Maka selayaknyalah
derita menjauh dariku
Dan nikmat dunia
kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia
seolah mitra dagang
Dan bukan kekasih…
Kuminta Dia
membalas perlakuan baikku
Dan menolak
keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal
tiap hari kuucapkan
Hidup dan matiku
hanya untuk beribadah
“ketika langit dan
bumi bersatu”
Bencana dan
keberuntungan sama saja
(Puisi terakhir
Pak Rendra yang dituliskannya di atas tempat tidur Rumah Sakit)
Sunday, 20 April 2014
[REVIEW K-DRAMA] SECRET GARDEN
![]() |
poster promosi Secret Garden |
Judul : Secret Garden
Episode : 20
Director : Shin Woo-chul dan Kwon Hyuk-chan
Writer : Kim Eun-sook
Starring : Ha-Ji Won, Hyun-Bin, Yoon Sang-hyun, Kim Sa-rang
Okay,
sekarang saya mau review K-Drama Secret Garden, drama dari Korea favorit saya
sepanjang masa :D. Saya baru nonton drama ini sekitar dua bulan lalu, padahal
ada di harddisk saya udah hampir dua tahun lamanya XD.
Satu-satunya drama Korea yang nggak
saya skip pas nonton. Saya nggak kepengaruh sama muka-muka ganteng dan cantik
mereka, kalau akting mereka bikin saya ngantuk saya pasti langsung nggak lanjut
nonton :3. Udah ada tiga K-Drama yang nggak saya tonton sampai abis karena errr….
Tapi yang ini bener-bener pengecualian. Tadinya saya pikir ceritanya bakal
klise ala sinetron banget. Mengingat tokoh utama cowok, Joo Woon si orang kaya
yang sombong minta ampun jatuh cinta sama tokoh utama cewek, Gil Ra Im seorang stuntwoman miskin, yatim piatu yang
tempat tinggalnya aja di indekos.
Joo Woon tanpa sengaja ketemu Gil Ra
Im karena ia salah membawa orang yang disuruh Oska—kakak sepupunya untuk dibawa
ke apartemennya. Lalu ia terkesima melihat Gil Ra Im mengeluarkan aksinya
sebagai stuntwoman. Sejak saat itu
Gil Ra Im nggak bisa keluar dari pikirannya, dia juga nggak tahu kenapa.
Akhirnya Joo Woon terus mengikuti Gil Ra Im (ceritanya pedekate) sampai Gil Ra
Im eneg ngeliatnya datang terus ke tempat kerjanya. Saking enegnya Gil Ra Im sering
nendang kaki Joo Woon berkali-kali, tapi ternyata mereka memang punya ikatan
yang sudah digariskan sejak lama :’)
Awal-awal episode diisi dengan humor
yang bikin ngakak guling-guling XD. That
Hyun Bin, his acting was freaking awesome! Saya suka karakter2 tokohnya yang
nggak sempurna. Apalagi pas Joo Woon tanpa sengaja tertukar raganya sama Gil Ra
Im, itu bikin geli setengah mati :DDD.
Adalagi Oska dan mantan kekasihnya
yang saling mencintai, tapi masing-masing egois nggak mau mengakui perasaannya
masing-masing. Oska marah karena mantan kekasihnya itu dulu menolak lamarannya.
Sedangkan mantan kekasihnya itu marah karena Oska yang playboy yang cuma
mementingkan dirinya sendiri.
Lagu-lagu soundtracknya juga, aaakkk….
Cocok banget jadi pengiring setiap adegan-adegan krusialnya. Saya paling suka
sama That Man – Baek Ji Young sama
Here I Am – Mi feat 4Men <3.
Ending-nya
yang nggak ketebak itu juga menambah plus drama ini. Oh ya drama ini di Korea
sana ratingnya sangat tinggi! Memang pantas mendapatkan antusias penonton
>.<.
[REVIEW FILM] Temple Grandin: My Life With Autism
![]() |
Temple Grandin Movie's Poster |
Keterangan:
Judul : Temple Grandin
Durasi : 107 menit
IMDB rating : 8,4
Director : Mick Jackson
Writers : Temple Grandin, Margaret Scariano
Nonton film ini sebenarnya lumayan
udah lama, pas tahun 2012. Saya nonton dengan tujuan untuk memancing ide saya
pas nulis draft pertama Bintang dan Cahayanya. Film ini diangkat dari kisah
hidup seorang professor bernama Temple Grandin yang mengidap autis sejak lahir.
Film ini menceritakan perjuangan Temple Grandin dalam kehidupannya dengan autis
yang ia miliki.
Ayah dan Ibu Temple adalah dua orang
jenius yang lulus dari Universitas Harvard. Mereka punya tiga atau empat orang
anak (saya agak lupa sama yang ini), dan Temple adalah anak bungsu. Ibunya syok
berat pada saat tahu Temple mengidap autis, padahal semua kakaknya
normal-normal saja. Ia bertanya pada dokter dengan hati kusut mengapa terjadi
demikian, dan dokter tersebut tidak bisa menjawab dengan alasan pasti karena
memang penyebab autis sendiri yang masih misteri hingga saat ini. Saya memang
pernah membaca suatu artikel yang menyebutkan jika sepasang suami istri memilik
otak jenius di atas rata-rata besar kemungkinan salah satu anaknya bakal
mengidap autis.
Akhirnya Ibu Temple pun berjuang
keras agar Temple bisa hidup seperti anak normal lainnya. Salah satunya
memasukkannya ke sekolah biasa (bukan ke sekolah khusus). Sayangnya di sekolah
tersebut Temple sering kena masalah. Biang keroknya itu teman-temannya yang
suka ngolok-ngolok dia. Temple yang memiliki kontrol emosi minim memukul
teman-temannya itu dan ibunya pun langsung di panggil oleh pihak sekolah.
Ibu Temple hampir mau mengeluarkan
Temple dari sekolah karena kejadian di atas tidak terjadi sekali saja. Tapi
salah satu guru Temple mengatakan agar dia tidak melakukannya, dia melihat
potensi Temple yang luar biasa dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya.
Spoiler-nya
segitu dulu aja hwehehe, Sekarang saya ingin memberikan pendapat, film ini
INSPIRATIF SEKALI :’D. Temple sangat jenius dibandingkan teman sebayangnya yang
normal. Ending-nya menyentuh. Tidak
percaya Temple bakal berkata seperti itu. Intinya, keberhasilannya menjadi
seorang professor tidak lepas dari jasa ibunya yang tidak pernah menyerah untuk
mendukung dia menuntut ilmu :’).
[REVIEW BUKU] Kuantar Ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dan Bung Karno oleh Ramadhan K.H.
![]() |
Bu Inggit dan Pak Karno source: Kuantar Ke Gerbang |
“Aku mengikutinya, melayaninya,
mengemongnya, berusaha keras menyenangkannya, meluluhkan-meluluhkan
keinginannya. Namun, pada suatu saat, setelah aku mengantarnya ke gerbang apa
yang dicita-citakannya, berpisahlah kami karena aku berpegang teguh pada sesuatu
yang berbenturan dengan keinginannya. Ia melanjutkan perjuangannya seperti yang
tetap aku doakan. Aku tidak berhenti mendoakannya – Inggit Garnasih”
Ini buku roman berbau sejarah, sehingga gejolak yang terjadi sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia sedikit tergambar jelas di otak saya. Dan Subhanallah, Bu Inggit Garnasih mengingatkan saya pada loyalitas Siti Khadijah, istrinya Rasulullah Saw. Beliau selalu berada di sisi Pak Karno dalam keadaan apa pun tanpa terkecuali :').
Jujur, saya baru tahu Bu Inggit sewaktu di bangku kuliah, pada saat saya berada di Bandung. Saya menemukan nama Jalan Inggit Garnasih. Selama masa SD-SMA, seingat saya nama Bu Inggit tidak pernah disebutkan dalam buku-buku pelajaran sejarah yang saya miliki. Yang ditulis hanya Bu Fatma, entah mengapa jadinya seperti itu.
Terlepas dari endingnya yang menyebalkan buat saya T___T, sosok Bu Inggit mengajarkan saya dua hal krusial. Semoga saya nanti bisa memiliki loyalitas yang tinggi terhadap suami saya kelak seperti beliau, dan sikap BERJIWA BESAR seperti beliau :').
Friday, 18 April 2014
BINTANG DAN CAHAYANYA: BAB 1
Assalammu’alaykum, Readers! :D
Ini adalah bab 1 dari draft novel pertama yang saya
buat yang tadinya berjudul ASTERALINA, saya ganti dengan BINTANG DAN CAHAYANYA.
Ceritanya agak realistic
fiction, Alhamdulillah sudah terbit di toko buku dan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo
1
Seandainya
Pagi itu kembali. Membiaskan semburat cerah namun
menenangkan. Nyanyian burung-burung terdengar ramah menyambutnya dengan
sukacita. Namun, di dalam sebuah rumah minimalis, yang berada di komplek rumah
sederhana Perumahan Bumi Menggugah, seorang cewek berumur 16 tahun masih betah
menempel di atas kasur kesayangannya. Molor.
Rambut sebahunya kusut masai beradu dengan bantal.
Wajahnya yang oriental seperti perempuan keturunan Tionghoa yang bermukim di
sekitaran Yunnan, berlumuran air liur di kedua pipi putihnya. Ia memiliki tubuh
kerempeng, namun agak gembil di bagian pipinya itu. Sudah tidak jelas yang
dikenakannya itu pakaian tidur atau karung goni sehabis kena pilin. Selimutnya
entah sejak kapan tergeletak di lantai. Posisi tidurnya pun nyaris ke bibir
tempat tidur.
Namanya Alina Lovita Wahab. Biasa dipanggil Alin. Ia
sedang hanyut dalam dunia mimpi penuh fantasi. Berpetualang di alam bawah sadar
yang sebenarnya tidak indah sama sekali. Mimpi dikejar ratusan tentara zombie di kegelapan hutan belantara.
Mencekam sudah pasti, seramnya pun tak perlu ditanya lagi.
Namun, Alin tampak asyik dalam lelapnya. Tak ada wajah
tegang, apalagi ekspresi kengerian. Ia malah sering cengengesan sendiri. Dasar
gila!
Mungkin karena ini adalah hari Minggu, hari bermalas-malasannya
sejuta umat, sehingga ia tidak peduli bakal bangun lebih siang dari hari
biasanya; melanjutkan tidur sesuka hati walau ada yang bakal mengusik nanti.
Terlebih adegan di mimpi itu nyaris sama dengan game yang sering ia mainkan bersama Gita, sahabat sehidup
sematinya.
Suasana di rumah sederhana bertingkat dua itu masih
terjerembab sunyi, hanya terdengar kesibukan Bunda di dapur. Itu pun hanya
suara hentakan bertalu pisau di atas talenan.
Sementara itu, di sebelah tempat tidur Alin, berdiri
Aster, adik semata wayang Alin. Setiap hari ia bangun pada pukul lima pagi.
Pasti. Tidak pernah terlambat sekali pun! Ia sudah siap dengan jaketnya yang
memiliki penutup kepala berbentuk kepala beruang kutub. Mata beruang yang sipit
menyembul dari atas kepala kecil Aster. Mengenakan jaket itu membuatnya semakin
menggemaskan.
Aster memiliki postur tubuh yang kecil. Terlihat lebih
kurus dari rata-rata anak yang berumur empat tahun. Mata yang besar dibarengi
dengan pipi yang gembil, rambutnya juga lurus sebahu, ia lumayan mirip dengan
kakaknya saat masih kecil.
Pagi ini Aster ingin bermain sepeda karena setiap hari
Minggu pagi memang sudah menjadi jadwalnya untuk bersepeda. Biasanya pula Alin-lah
yang menjadi pemandunya, untuk itu ia membangunkan kakaknya agar bersiap-siap.
“Aa…! Aa…!” teriak Aster sembari menggoyangkan kaki
kakaknya.
“Eng….” Alin tampak bereaksi, tapi tak ada tanda-tanda
ia sudi membuka matanya.
Aster tidak lantas menyerah, ia terus menggoyangkan
kaki Alin. Kali ini dengan guncangan yang lebih kencang. “Aa…!”
“Duh! Masih mau bobo!” Alin menepis tangan Aster dari
kakinya. Dengan mata masih tertutup, ia meraih bantal yang ada di sampingnya;
meletakkannya menutupi kepala.
Karena terdengar keributan yang cukup lama dari lantai
dua, Bunda pun mencoba mengambil alih keadaan. “Alin...! Temani adikmu main
sepeda!”
Sontak Alin pun tersentak mendengar teriakan ibunya.
Ia terjaga sejenak; terduduk di atas kasur. “Main sendiri aja, Bun! Alin masih
mau bobo!” kini ia malah menggelar selimut di seluruh tubuhnya.
Melihat kakaknya yang masih enggan bangun, Aster
menyerah; ia turun ke lantai bawah menuju bundanya. Sepertinya ia ingin
mengadu.
“Mana bisa Aster main sendiri? Ayo, temani dia
bersepeda, Nak!” volume suara Bunda naik satu oktaf.
Alin bangun kembali dari rebahannya dengan mata
setengah terbuka. “Impossible Aster
bisa naik sepeda, Bun.” Alasan sebenarnya, Alin bosan juga lama-lama menghadapi
aktivitas adiknya yang begitu teratur dalam kurun waktu tiga tahun ini.
“Kamu pegangin pas dia lagi naik. Sayang sepeda baru
nggak dipakai,” balas Bunda santai.
“Lha?” Alin melongo mendengar pernyataan seringan
angin bundanya.
“Pokoknya kamu harus nemenin Aster main sepeda!”
Maka setelah mendengar suara Bunda yang menggelegar
bak toa di upacara sekolahnya, Alin pun terpaksa menurut; bisa-bisa ia tak
diizinkan surfing dunia maya lagi di weekend ini. Meski memiliki sikap lembut
dan tidak banyak bicara, bundanya itu cukup tegas dalam mendidiknya. “Iya,”
jawabnya lesu. Dengan hati dongkol Alin beranjak dari tempat tidur; ia berniat
untuk ke kamar mandi, tapi sebelum itu ia memandangi poster super-duper besar
yang satu-satunya terpampang di dinding kamarnya.
Sebuah poster bergambar seorang tokoh kartun cewek
yang mengenakan pakaian tentara yang terlihat berbeda dengan tentara umumnya.
Dua mata coklatnya menatap runcing ke depan dengan paras yang membuat ciut orang
yang menatapnya (tapi tentu pengecualian untuk Alin). Yang membuatnya sangat
gagah, ia memegang senapan yang juga mengarah lurus ke depan. Siap-siap akan
menembak musuh!
Dan kini Alin melakukan kegiatan rutinnya sehabis
bangun dari tidur tiap pagi. “Bang!”
seru Alin meniru gaya si tokoh kartun, walaupun seratus persen tidak mirip sama
sekali. Bagai langit dan bumi jika dibandingkan antara baju tidur lusuh dan seragam tentara yang mentereng keren.
Kegilaan Alin terhadap segala yang berbau Jepang
memang sudah tak bisa dipungkiri. Apa lagi jika menyangkut soal anime favoritnya, Fullmetal Alchemist. Dan dia sangat tergila-gila dengan karakter
cewek minor dari anime tersebut yang
merupakan seorang tentara berpangkat Letnan Satu.
“Kalau nggak
jadi tentara kayak Riza Hawkeye yang cool
abis ini, minimal jadi istrinya tentara-lah ya!” ujarnya seraya cekikikan.
Daripada cita-cita, sebenarnya ini lebih tepat dikatakan sebagai obsesi.
Pagi-pagi begini pun ia sudah kesambet setan daydreaming.
“Alin! Cepat! Aster sudah nunggu kamu!”
“Iya, Bun!” Alin pun melompat dari pijakannya karena
terkejut dengan teriakan bundanya. Ia langsung ngibrit ke kamar mandi.
v
Setelah hajatnya terpenuhi, Alin menuntun Aster menuju
ke garasi. Sepedanya ditaruh di sana, tepat di samping sepeda motor yang biasa
Bunda gunakan untuk ke pasar.
“Ayo, Ter. Kita main sepeda, tapi jangan lama-lama,
ya! Kakak masih mau bobo!”
Sementara itu Aster hanya berjingkrak kegirangan
ketika melihat kakaknya membuka pintu garasi; membawa sepedanya keluar. Ia
tidak begitu paham dengan celotehan Alin yang tak berhenti menggerutui nasib
jeleknya di pagi ini. Sepeda itu bercorak bunga-bunga pink ditambah juga taburan kepala kucing cantik—yang mendunia—yang
dikenal bernama Hello Kitty berkumpul
di antara bunga-bunga itu.
“Ayo, naik!” perintah Alin.
Susah payah Aster menaiki sepeda roda empatnya yang
sebenarnya tak sebanding dengan ukuran tubuhnya yang kecil. Telapak kaki
kanannya mengungkit ke atas untuk membantu kakinya yang lain menggapai sadel.
Bara semangat menaiki sepeda terpancar dari wajahnya yang polos. Namun,
sayangnya memang terlalu tinggi.
Dan hap! Seketika saja tahap pertama bersepeda
berhasil Aster lewatkan; dibantu oleh kakaknya “Hah, memang kamu nggak bisa
melakukannya sendirian, Ter,” tukas Alin manyun.
Sementara Aster—yang lagi-lagi memang tidak mengerti
apa yang Alin ucapkan—tertawa renyah merayakan keberhasilannya duduk di sadel
berwarna merah itu. Ia pun mencoba memutar pedalnya sekuat tenaga, tapi hanya
mampu memutar setengah.
Alin terang saja frustasi dibuatnya. “Ayo, Aster! Coba
dinaikkan kedua kakimu ke pedal berbarengan supaya bisa memutar penuh. Ayo
belajar! Nah, di sini. Taruh di sini kakinya!” Ia buru-buru meletakkan kaki
kiri adiknya yang mungil di atas pedal. Namun, yang ada sepeda nyaris oleng ke
kanan.
“Hati-hati, Aster!” lenguh Alin tertahan. Kesabarannya
memang cepat habis; ia kemudian mengacak-acak rambutnya sendiri. Belakangan ini
ia selalu berusaha untuk tidak meledak-ledak, karena bisa-bisa Aster
membalasnya dengan ledakan bom yang lebih dahsyat. Si kecil Astera jika marah
bisa membuat seisi penghuni Jalan Bougenville keluar dari rumahnya.
“Aaa … aaa….” Aster tiba-tiba menarik baju kakaknya.
Dahi Alin mengerut. “Hah?”
“Aaa … aaa…,” ucap Aster lagi yang kini menggoyangkan
sepedanya ke arah depan, lalu meraih tangan Alin memegangi handlebar sepeda
Dan bingo!
Akhirnya Alin paham apa yang Aster coba utarakan. Ia mengembuskan napas
kuat-kuat. “Oke, Kakak tuntun, tapi nanti belajar sendiri, ya. Capeknya
pagi-pagi begini,” keluhnya mengelap dahinya yang dibanjiri peluh. Sang surya
mulai menunjukkan kekuasaannya ternyata. Ia kemudian mendorong sepeda Aster
secara perlahan.
Reaksi Aster pun makin ceria. Bibir tipisnya menyulam
senyum lebar dibarengi dengan hentakan bertubi-tubi kedua tangannya.
Melihat kelakuan lugu Aster, kakaknya itu hanya
geleng-geleng kepala. “Aster … Aster….” Dengan sisa kedongkolan di hatinya,
Alin mendorong sepeda adiknya bolak-balik di sekitar jalan depan rumah;
berputar-putar di jalan yang sama entah berapa kali karena Bunda tidak
mengizinkan mereka sampai pergi ke jalan yang jauh dari rumah.
Aster dan Alin meneruskan kegiatan itu sampai matahari
naik tepat di atas kepala mereka.
v
Selesai dengan kegiatan
rutin paginya di hari Minggu, Alin langsung kabur ke dapur. Sampai di dapur,
Alin buru-buru menyerbu botol air dingin di kulkas; duduk di meja makan. Ia
menegak seluruh air yang ada di botol besar—yang sedang digenggamnya hingga
terbatuk-batuk.
Sampai Bunda pun menukas, “Pelan-pelan, Nak.”
Sudah dipastikan Alin tidak bisa melanjutkan tidurnya
lagi karena pagi telah berganti tahta menjadi siang. Mood untuk melanjutkan tidurnya yang terinterupsi tadi hilang
begitu saja.
“Haah … Capeknya…,” sahut Alin menatap langit-langit
dapur; bersandar di badan kursi meja makan.
“Baru segitu saja sudah capek, Lin. Ini lebih capek
bundamu lho,” komentar Bunda yang matanya tetap terpaku pada bawang merah yang
sedang diirisnya.
Alin tiba-tiba jadi serba salah. “Iya … iya. Bunda
komentar melulu deh kalau Alin ngeluh sedikit, kan masih dalam batas wajar.”
“Bunda cuma mau kamu mengurangi keluhan dan menambah
rasa syukur,” titah Bunda
“Bukan maksud Alin begitu, Bun,” Alin jadi teringat
ketika bundanya mengajari Aster naik sepeda roda empat beberapa bulan lalu.
Saat itu Aster meminta jajan di supermarket depan komplek rumah. Bunda pun
dengan rela mendorong sepeda yang dinaiki Aster sampai ke sana. Padahal untuk
sampai ke supermarket dari rumah saja biasanya menggunakan ojek karena jaraknya
yang memang jauh.
Alin tentunya tidak sampai hati melihat perjuangan
bundanya. Ia pun cukup kaget ketika Bunda membelikan Aster sepeda baru roda
empat yang agak besar dibanding sepeda sebelumnya. Beliau bilang ada tetangga
yang menawarkan sepeda itu karena sedang membutuhkan uang. Dengan alasan
simpati, Bunda pun membantunya.
Kesunyian sempat mengambang di ruang dapur. Namun,
tiba-tiba ramai kembali ketika Aster berujar, “Aa…!”
Bunda pun mengerti apa yang anak bungsunya itu maksud.
“Tolong masak mi itu buat Aster, Lin.”
“Hmm … iya … iya … tunggu sebentar, Bun. Aster ini
ngerepotin terus deh dari pagi. Makannya juga mi melulu katanya dia nggak boleh
kebanyakan makan fast food, kan,
Bun?”
“Apa boleh buat, Nak. Dia itu autis-hiperaktif, jadi
perlu kesabaran ekstra untuk mengurusnya. Kamu masih ingat sama janji kamu
untuk memikul beban ini bersama-sama dengan Bunda, kan? Meski nggak setiap hari
Bunda memintamu menepati janji. Aster sendiri masih susah untuk makan seperti
kita-kita.”
Alin menghela napas sepanjang-panjangnya. “Iya, ingat,
Bun.” Bohong. Ia selalu lupa kalau tidak diingatkan. Sebenarnya ia memang cukup
muak dengan semua ini. Tapi ia juga tak sampai hati jika melihat bundanya berjuang
sendirian.
Alin lalu merebus
mi untuk Aster, adiknya itu hanya mengoceh-oceh tidak jelas melihat kakaknya
memasak. Sejak kecil Aster tidak lancar berbicara. Ia lebih sering menyampaikan
keinginannya dengan tangisan atau amarah. Tapi untuk sepatah dua kata, hanya
Bunda yang tampaknya mengerti. Sedangkan Alin, masih perlu belajar lagi untuk
memahami.
Kalau boleh jujur, Alin benar-benar sayang Aster, kok.
Ia lalu menatapi adiknya tanpa ekspresi sama sekali. Seandainya aja gue punya adik yang normal.
v
Thursday, 17 April 2014
Monday, 7 April 2014
Doa Penghilang Galau
Buat yang suka galau coba jangan muterin musik galau terus (jadi, tambah galau, kan? hihi). Buat sobat muslim/muslimah coba dibaca doa ini :)
Friday, 4 April 2014
Kumpulan Fanfic for LAFSEvent: Happy NaruSaku Day 3/4, Shippers :D
Event ini diadakan untuk merayakan hari ketika Uzumaki Naruto jatuh cinta pertama kali dengan Haruno Sakura, 3 April :)
Pre-Event:
![]() |
Shonen Jump Event Calendar 2010 |
Pre-Event:
Pembuka Event : https://www.fanfiction.net/s/10239440/1/Confession-of-Flowers
by Barbara123
Penutup Event: https://www.fanfiction.net/s/10241815/1/Blue-Ribbon
by Barbara123
4.
https://www.fanfiction.net/s/10241375/1/Stalker-s-Book
by Barbara123
5. https://www.fanfiction.net/s/10239559/1/Prince-Charming by Barbara123
6. https://www.fanfiction.net/s/10241747/1/Secret-Memories by Fumiko Miki Nasa
7. https://www.fanfiction.net/s/10239869/1/Break-My-Thinking by Fumiko Miki Nasa
8. https://www.fanfiction.net/s/10239829/1/Unseen by Fumiko Miki Nasa
5. https://www.fanfiction.net/s/10239559/1/Prince-Charming by Barbara123
6. https://www.fanfiction.net/s/10241747/1/Secret-Memories by Fumiko Miki Nasa
7. https://www.fanfiction.net/s/10239869/1/Break-My-Thinking by Fumiko Miki Nasa
8. https://www.fanfiction.net/s/10239829/1/Unseen by Fumiko Miki Nasa
Naruto Fanfiksi for LAFSEvent NaruSaku Day 3/4: Jatuh Cinta Setiap Hari
Jatuh Cinta Setiap Hari
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Angst/Romance.
Rated T. Alternate Reality. Sekuel from Yume.
Towards Multichapter in the future. OOC.
Alur Campuran
For LAFSevent
Happy NaruSaku Day ¾
.
Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku setiap hari,
jika hanya itu yang bisa membuatmu selalu berada di sisi….
.
.
I just love that man
I love him wholeheartedly
I follow him around like a shadow everyday
(That Guy – Baek Ji Young, OST Secret Garden)
.
.
Haruno Sakura tidak bermaksud apa-apa. Ia hanyalah satu di antara
berjuta wanita yang memiliki sifat plin-plan seperti langit musim gugur yang
sering berubah-ubah. Ia hanya ingin meyakini bahwa pilihannya tidak salah. Karena
itu ia meminta waktu. Tapi yang terlambat disadarinya …, pilihan sementaranya
itu telah membawanya ke malapetaka yang lebih besar.
Selama
tiga bulan terakhir hidupnya bak terpuruk di lubang neraka….
.
Senin, minggu terakhir bulan Maret
Sakura segera berlari menuju ke ruang rumah sakit ketika mendengar kabar
tersebut. Ia tidak peduli jika orang itu tidak memanggilnya. Orang itu hampir
sebulan lamanya berada di Kiri dan pulang dengan membawa flu yang membuat
kepalanya pening. Ia hanya ingin melihat wajah penuh semangat itu. Ia tengah
diserang rindu yang menggunung….
“Naruto!”
serunya ketika ia tiba di sebuah ruang serba putih. Seseorang yang berada di
dalam—yang bersandar di dinding menunggu ninja medis untuk memeriksanya—bertemu
mata dengannya. Sakura terpaku sebentar di tempatnya. Menelisik dengan saksama
sosok itu dengan mata hijaunya.
Hingga
membuat Uzumaki Naruto, si Hokage Keenam tersipu-sipu sendiri ditatap lama
seperti itu. “Ah, siapa, ya?”
Sakura
seketika menggigit bibirnya. Ia seharusnya tahu bakal jadi seperti ini. Hatinya
tersayat-sayat melihat ekspresi Naruto yang malu-malu sekaligus bingung itu. Lalu
ia pun melontarkan senyuman palsunya pada Naruto. “Saya yang akan memeriksa
keadaan Anda, Hokage-sama.”
“Kau
orang baru di sini? Kok aku baru lihat ya?”
Sakura
melangkah perlahan ke tempat tidur Naruto. “Saya Kepala Ninja Medis
Konohagakure, Hokage-sama.”
“Oh
ya? Berarti kau cukup lama ya di sini?” Naruto menggaruk dagunya sendiri
sembari mengingat-ingat Sakura.
“Ya,
dan sepertinya Anda terlalu sibuk dengan pekerjaan Anda sehingga tidak mengenal
saya. Tetapi saya mengenal Anda,” ujar Sakura masih dengan senyuman palsunya.
“Begitu
ya,” Naruto mengeluarkan cengiran khasnya seraya mengusap-usap belakang
kepalanya. Dalam hati ia mengerti mengapa ninja medis itu mengenalnya, karena
dia adalah Hokage. “Kalau begitu salam kenal. Namaku Uzumaki Naruto? Kau?”
Sakura
berjalan menuju kotak obat yang menempel di dinding di sebelah tempat tidur.
“Saya Haruno Sakura,” tukasnya cepat-cepat lalu memalingkan wajahnya pada kotak
obat tersebut.
“Wah,
nama yang cantik. Sesuai dengan dirimu.”
“Terima
kasih, Hokage-sama,” jawab Sakura
tanpa menatap Naruto.
“Ah
ya, tidak perlu seformal itu padaku. Kau boleh memanggil namaku. Sepertinya
umur kita tidak terlalu berbeda jauh, Sakura.”
Sakura
masih menyibukkan dirinya di kotak obat tersebut. Kenapa? Kenapa kau tega melakukannya padaku Naruto? Ratapnya dalam
hati. “Baiklah kalau yang itu kau mau, Naruto.”
“Aku
pikir tadi Ino yang akan datang. Karena kau yang akan menghilangkan flu sialan
ini bagaimana jika besok malam aku menraktirmu makan di Ichiraku Ramen?”
Sakura
pun memberanikan diri untuk memandangi Naruto. Ia bisa mengetahuinya jika
Hokage Keenam itu jatuh cinta pada pandangan pertama padanya. Ia kenal betul
dengan tatapan mata biru yang penuh dengan cinta itu. Ia tahu ini bakal
percuma, namun ia tak sanggup menolak. “Aku akan memikirkannya.”
“Yosh!
Terima kasih, Sakura-chan.”
Sakura menggigit bibirnya kuat-kuat
hingga berdarah—untuk menahan tangisnya agar tidak pecah. Ia tahu ini bakal
percuma … karena besoknya Naruto tidak akan mengingat ajakannya itu lagi….
.
Rabu, minggu terakhir bulan Maret
Siang itu Sakura berkunjung ke Menara Hokage untuk memberikan laporan
kerja rumah sakit Konohagakure.
“Kerja
yang bagus, Haruno-san. Kontribusimu
sangat penting untuk kelangsungan hidup Konohagakure. Aku sangat berterima
kasih.” Uzumaki Naruto, Hokage Keenam Konohagakure itu takjub dengan kinerja
bawahannya tersebut yang mampu menurunkan angka kematian warga desa hingga 10%.
Meski begitu ia sedikit heran mengapa baru melihat kunoichi cantik itu
sekarang. Ia berpikir mungkin karena ia terlalu sering berinteraksi dengan
banyak orang sehingga tidak mengingatnya.
Sakura
tersenyum kecut. Kau seharusnya tidak
pernah memanggilku seperti itu, Naruto. “Ini sudah menjadi tugas saya,
Hokage-sama,” ujarnya dengan sopan
sembari membungkukkan badan. Ia tidak menyadari mata biru itu sedang menatapnya
penuh kagum.
“Sepertinya
kau kecapekan, Haruno-san. Oh ya,
namamu yang sebenarnya?”
“Sakura,”
jawab Sakura.
“Kau
tidak keberatan jika aku memanggilmu dengan nama kecilmu?”
Sakura
menggeleng seraya tersenyum tipis.
“Baiklah!
Sekarang ikut aku menikmati angin ya. Aku tahu kau butuh angin segar.” Naruto
berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju Sakura. Ia lalu menggenggam
tangan ninja medis itu.
Sakura
merasakan debaran di hatinya. Meski ia seharusnya marah dengan sikap lancang
Naruto itu, tapi sudah seharusnya tidak ada jarak yang memisahkan mereka.
Naruto
ternyata membawa Sakura menuju ke atap Menara Hokage yang cukup luas—yang biasa
digunakan untuk pertemuan rahasia Hokage dengan jounin dan chuunin. “Wah,
segarnya!” serunya sesampainya di sana. Semilir angin langsung menghantam
wajahnya dengan lembut. Ia memejamkan matanya rapat-rapat sembari menyesap
udara segar di sekitarnya.
Sementara
itu mata Sakura tertuju pada tangan Naruto yang menggenggam tangannya. Ia tahu
seharusnya genggaman tangan itu bertaut, bukan di satu sisi seperti itu. Dalam
hati ia menangis sejadi-jadinya.
Naruto
lantas memandangi Sakura yang menunduk. “Ada apa?” tanyanya dengan ekspresi
heran. Ia lalu memosisikan dirinya menghadap ninja medis itu.
Sakura
pun menegakkan kepalanya menatap Naruto. Ia melebarkan senyumannya pada Hokage
Keenam itu. “Tidak apa-apa. Saya hanya merasa beruntung berdua seperti ini
dengan Hokage termuda sepanjang masa Konohagakure.” Ia tahu pertemuan ini bakal
percuma, namun ia hanya ingin menandaskan rasa rindunya. Ia ingin membuat
Naruto jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
Wajah
Naruto memerah mendengarnya. “Haa…. Aku tidak menyangka kau akan berkata
seperti itu,” tukasnya yang lalu tertawa terbahak-bahak. Ia lakukan itu untuk
meredam kegugupannya. Ia lalu menatap Sakura sekali lagi. “Harusnya aku yang
mengatakan itu, Sakura. Aku tidak habis pikir kenapa aku baru mengenalmu sekarang.”
Sakura
hanya menatapnya sembari tersenyum.
“Kalau
begitu besok malam apa kau mau menikmati taburan bintang bersamaku, Sakura? Di
sini.”
Senyuman
Sakura semakin melebar, namun tangisan pecah di sanubarinya.
-chan…. Kau lupa menambahkan –chan, Naruto.
Kau kejam!
.
What’s the point of living alone? I’m your girl!
I can’t do anything without you. I know only you
I can’t even die because you might return.
I can’t live alone without you….
(I Can’t - Mi, OST Secret Garden)
Jumat, minggu terakhir bulan Maret
Sakura menatap pohon-pohon gundul sakura yang berjejer di depannya.
Musim semi telah tiba sejak tiga minggu lalu, namun bunga-bunga di pepohonan
tersebut belum kunjung mekar.
“Kapan
mekarnya ya?”
Tiba-tiba
sebuah suara muncul di samping Sakura. Ia pun menoleh ke arahnya. Cukup
terkejut melihat sosok itu ada di sini karena jam segini seharusnya ia berada
di Menara Hokage. Dan seharusnya Sakura yang pergi mengunjunginya. Ia tak
pernah melupakan misinya untuk membuat Naruto jatuh cinta padanya setiap hari.
“Mungkin
awal April, Hokage-sama,” jawab
Sakura tanpa ragu.
“Eh?”
Naruto menoleh ke sumber suara itu. Dari ekspresinya ia tidak menyadari ada
juga orang di sana selain dirinya. Ia pun memandangi gadis itu dengan saksama.
Matanya lalu tertuju pada hitae-ate yang
ada di kepala Sakura. “Kau kunoichi Konoha,
tapi kok rasa-rasanya aku baru lihat ya?”
“Anda
pasti sangat sibuk sehingga melupakan saya. Saya sudah beberapa kali mendapatkan
misi diri Anda. Ah ya, selamat datang di wilayah keluarga Haruno, Hokage-sama,” Sakura lantas membungkukkan
tubuhnya pada Hokage termuda di Konohagakure.
“Wah,
jadi ini wilayah Klan Haruno,” Naruto terkikik, sedikit merasa bersalah.
“Ya,
kami memang hanya klan biasa yang tidak memiliki kemampuan apa-apa jika
dibandingkan dengan klan lain. Kemampuan kami hanyalah membuat Konohagakure
semakin indah,” jelas Sakura. Ia lalu merentangkan tangan kanannya. Mengambil
kelopak bunga sakura yang jatuh dari dahannya. Ada beberapa bunga yang mekar,
namun beberapa juga berguguran karena tertiup angin.
“Bagiku
itu sangat luar biasa. Shinobi pada
umumnya adalah mereka yang ditugaskan dalam medan perang yang jauh dari kata
keindahan. Jika memang hanya itu kemampuan klanmu, aku sangat mensyukurinya.”
Sakura
tercenung mendengarnya. Ini bukan pertama kalinya Naruto berkata seperti itu.
“Jadi,
siapa namamu?”
“Haruno
Sakura, Hokage-sama.”
“Wah,
nama yang cocok denganmu. Sepertinya kau lahir di saat bunga sakura sedang
bermekaran.”
“Begitulah.”
Naruto
menyerap seluruh udara di sekitarnya dengan perlahan. “Ah, aku tidak sabar
menanti pohon-pohon itu bermekaran.”
“Oh
ya? Tapi saya tidak terlalu yakin saya akan bahagia saat mereka bermekaran,”
bisik Sakura tiba-tiba.
Namun
Naruto dapat mendengarnya, karena itu ia kembali menoleh pada Sakura. Kali ini
ia memahat ekspresi heran di wajahnya. “Mengapa kau bisa tidak bahagia?”
“Seharusnya
saya menikah dengan kekasih saya saat pohon-pohon ini bermekaran, tapi tidak
jadi…,” jawab Sakura sambil memandangi kakinya sendiri.
Mata
Naruto sedikit melebar. “Rupanya kau telah memiliki kekasih. Sayang sekali jika
pernikahannya gagal. Aku turut prihatin.”
“Dia
sendiri yang membatalkannya tanpa bilang pada saya dulu. Seharusnya kami
menikah tanggal 3 April nanti. Dia sendiri yang dulu memilih tanggalnya karena
baginya tanggal itu adalah tanggal istimewa.” Tanpa ditanya, Sakura memberitahu
segala hal yang seharusnya diketahui juga oleh Naruto.
Naruto
menyimak dengan raut serius…. Pada dasarnya ia memang tidak tega melihat seorang
wanita nyaris menangis, namun sayangnya ia tidak mengingat apa yang seharusnya
tidak dilupakannya.
“Tanggal
istimewa karena tanggal itu pertama kalinya ia jatuh cinta sama saya…. Seharusnya
kami juga akan menikah di bawah pohon-pohon sakura yang bermekaran ini. Tapi dia
malah mencampakkan saya.” Kau mencampakkan
aku, Naruto. Kau malah menghapusku dari ingatanmu!
Naruto
melihat bahu wanita itu mulai naik-turun tidak beraturan. Ia pun mengambil
inisiatif mendekat ke arahnya. Selama ini ia belum pernah merasakan bagaimana
pernikahan yang gagal itu. Sekali lagi, untuk kali ini Naruto sama sekali tidak
mengetahuinya. Yang ia pahami, ia tidak ingin membiarkan gadis itu sendirian
menghadapi kesedihannya.
“Kalau
begitu bagaimana jika kau memberikan kesempatan untuk laki-laki lain? Aku
misalnya?” Naruto menawarkan kebaikan bukan karena kasihan. Namun karena
diam-diam ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada kunoichi itu.
Sakura
mendengarnya dengan jelas. Ia lalu berlari ke arah Naruto dan memeluknya dengan
erat. Dinding ketabahan yang ia ciptakan sebulan lamanya akhirnya
porak-poranda. Ia meratap sejadi-jadinya.
Harusnya
Sakura bahagia….
Tapi
ia tahu esok tak lagi sama….
Esok
hari semua ini akan hilang tak bersisa….
“Kau kejam…. Kau kejam…!” pekik
Sakura sembari menangis tersedu-sedu tanpa Naruto sadari bahwa gadis itu sedang
memaki-maki dirinya. Ia memeluk Naruto dengan sangat erat. Ia sudah lelah
berhadapan dengan Naruto yang esok hari tidak akan mengingatnya lagi…. Tapi ia
tetap akan menunggu tanpa batas waktu….
.
It’s okay to give you my everything, and lose my
everything.
You don’t know how much I love you….
I will wait for you here forever.
Say bad words, and go away, that’s okay.
You may not know how much I love you….
(Here I Am – Mi, OST Secret Garden)
Tiga bulan yang lalu…. Rumah Sakit
Konohagakure.
“Aku mohon Baa-chan, kabulkan permintaanku. Aku … ingin
melupakan Sakura-chan selamanya. Aku
tidak ingin mengingatnya lagi….”
Tsunade
menatap pemuda di depannya dengan wajah prihatin. Keadaan Naruto begitu
berantakan secara fisik dan mental. Mata birunya pucat, sorotnya seperti orang
mati. Tubuhnya pun lebih kurus dari biasa. Ekspresinya kosong tanpa cahaya
semangat. Ia baru melihat seorang pemuda yang patah hati begitu rapuh seperti
ini. “Naruto bersabarlah sedikit. Berikan Sakura waktu. Kau tahu dia hanya
butuh waktu untuk memastikan kebimbangan hatinya.”
“Sakura-chan melepaskan cincin itu dari
tangannya. Keadaan Sasuke yang baru keluar dari penjara membuatnya kembali mengingat
cinta yang ia sangka telah dilupakannya. Jadi, apa lagi yang harus kutunggu?”
“Naruto—”
“Apa
kau tega melihat aku lebih menyedihkan daripada keadaanku ini, Baa-chan? Aku tidak bisa
mengendalikannya. Sakitnya terlalu luar biasa…,” lirih Naruto seraya menyentuh
dadanya.
Tubuh
Tsunade gemetar. Ia bisa mendengar suara Naruto yang goyang; menandakan pemuda
itu menahan tangisnya agar tidak membuncah keluar. Ia tahu betul yang Naruto
minta darinya akan berakibat fatal. Karena itu ia tidak ingin gegabah….
“Aku
bukan laki-laki yang plin-plan. Aku akan tetap mencintainya jika Sakura-chan bersama orang lain. Dan … itulah
yang paling menyakitkan….”
Tsunade
terpaku di tempatnya.
“Kau
tidak ingin aku … membunuh diriku sendiri, kan?”
Tsunade
sontak berdiri dari duduknya. “Jangan gegabah—”
“Karena
itu kabulkan permintaanku, Baa-chan!”
pekik Naruto sembari menggebrak meja di sampingnya. Ia mengepalkan tangannya
rapat-rapat hingga darah muncul di sela-sela jarinya. Ia membungkuk menatap
bayangannya sendiri di ubin dekat kakinya. Betapa jeleknya wajahnya saat itu. Giginya
saling beradu karena getaran hebat di seluruh tubuhnya. Ia terguncang. Namun hatinya
yang lebih terguncang…. “Aku ingin membunuh Sakura-chan di ingatanku. Aku tidak peduli dan tidak ingin mengenalnya
lagi. Cukup sehari saja, lalu besoknya ia hilang kembali dari pikiranku. Aku
tahu kau mengetahui jurus itu. Aku sangat butuh bantuan Baa-chan untuk
melakukannya. Tolong….”
Tsunade
bergidik melihat sedikit demi sedikit air mengalir dari mata biru Naruto yang
kini bercampur merah. Tanpa sadar ia ikut menangis juga. Ia mengembuskan napas
kuat-kuat. Ia paham ia tidak memiliki jalan lain. Aku tidak punya kuasa apa-apa. Maafkan aku, Sakura. Jurus ini bersifat
permanen, tidak ada yang bisa mematahkannya. Kecuali— “Baiklah jika itu
yang kau mau, Naruto.”
Tsunade
lalu meminta Naruto untuk membenarkan posisi duduknya. Ia menggigit tangannya
hingga berdarah, lantas dengan darah itu ia membentuk segitiga terbalik di
seluruh dahi Naruto dan menuliskan nama lengkap Sakura di dalamnya. Kemudian ia
melakukan lima segel tangan dan merapalkan jurusnya.
Cahaya
kuning pun mengitari ruangan itu, bersamaan dengan Haruno Sakura yang
menghilang dari ingatan Uzumaki Naruto untuk selamanya….
.
.
THE END?
Setelah kemarin membuat fic yang
manis-manis sekarang mencoba kembali membuat angst meski tidak yakin ini angst
100 persen heuhehe :3. Udah saya bilang di atas fic ini bakal lanjut di
multichapter yang nggak akan banyak chapternya, jadi ditunggu saja yak :D.
Saya juga nggak bosen bilang kalau
chapter baru Kembalinya Klan Peri Klan Uzumaki lagi ditulis. Jadi, mohon
bersabar ^^.
By the way, Happy NaruSaku Day ¾ :D